Minggu, 30 Mei 2010

Syair Hening - Mahmud Syaltut Usfa

Untuk Suara Hati

Biarkan suara hati itu pergi bersama desiran galau
Aku hanya mampu melihat jejak-jejak tatapannya
Di setiap jengkal tapak jiwanya adalah harapan

Wajah itu terlalu lama bersetubuh dengan kehampaan
Mencampakkan kejujuran di lorong-lorong masa

Merataplah pada kebisuan malam
Agar jiwa langit bergetar menyaksikan kepiluan tubuhmu

Garis takdir kadang memang memilukan
Tak seindah rajutan imajinasi

Berteriaklah pada kelembutan angin malam
Agar gelisahmu mampu menjaring rembulan

Kegelisahan hanyalah debu pengingkaran hati
Akan terhapus oleh putihnya kejujuran



Zikir Kepasrahan

Silahkan halau mimpi gelap itu
Keindahan hanyalah milik realitas
Kebahagiaan bukan tak berpijak pada hati

Jika tak mampu berkata jujur
Berbaringlah dengan para malaikat malam
Alunkan zikir kepasrahan
Agar do’a menyambut di keheningan subuh



Selanjutnya......

Air Mata Wanita - Menangislah Jika Anda Ingin Menangis

Catatan Ringan Mahmud Syaltut Usfa

Dalam minggu-minggu ini saya menghadapi beberapa wanita yang menangis di depan saya. Entah seperti apa gejolak perasaannya. Padahal hanya ngobrol biasa. Dan sikap saya hanya menjadi pendengar yang baik, manggut-manggut sambil menatap wajahnya. Hanya sesekali saja saya memberi pemahaman secara psikologis.

Lima hari lalu ada perempuan cantik mengobrol dengan saya. Sedang asyik-asyiknya cerita sambil santai dan sesekali diringi canda, disaat saya menjelaskan sesuatu tiba-tiba air matanya menetes. “Lho, kenapa kok menangis?” tanyaku heran. Sambil mengusap air matanya, dia hanya senyum-senyum dengan menundukkan wajahnya.

Sebelumnya juga pernah ada seorang ibu yang menelpon sambil nangis-nangis. Katanya sangat tersentuh membaca tulisan saya yang dimuat di Harian Batam Pos. Wow...sampai segitunya!!

Wanita, gampang sekali meneteskan air mata. Menangis bukanlah pertanda cengeng. Ibuku sangat gampang meneteskan air mata karena perasaannya mudah tersentuh. Bahkan, Siti Aisyah sering menangis melihat keteladanan ahlaq Rasulullah. Air mata wanita bukan lambang kelemahan, melainkan air mata kehidupan.

Saya memiliki cerita tentang air mata wanita yang sangat menarik disimak.

Suatu hari, seorang anak bertanya kepada ibunya, "Ibu, mengapa ibu menangis?"

Ibunya menjawab, "Sebab ibu adalah perempuan, nak." "Saya tidak mengerti ibu," kata si anak. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kau memang tak akan mengerti…"

Kemudian si anak bertanya kepada ayahnya. "Ayah, mengapa ibu menangis?" "Ibumu menangis tanpa sebab yang jelas," sang ayah menjawab. "Semua perempuan memang sering menangis tanpa alasan."

Si anak makin besar hingga menjadi remaja, dan dia tetap terus bertanya-tanya, mengapa perempuan menangis? Hingga pada suatu malam, dia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa perempuan mudah menangis?" Dalam mimpinya dia merasa seolah-olah mendengar jawabannya:

"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walau pun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

"Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali menerima cerca dari si bayi ketika dia telah besar kelak.

"Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa.

"Kuberikan kesabaran jiwa untuk merawat keluarganya walau dia sendiri letih, walau sakit, walau penat, tanpa berkeluh kesah.

"Kuberikan wanita perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya dalam keadaan dan situasi apa pun. Walau acapkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada anak- anak yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

"Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya melewati masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.

"Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tidak pernah melukai istrinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.

"Dan akhirnya, Kuberikan wanita air mata, agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus kepada wanita, agar dapat dia gunakan setiap waktu yang dia inginkan. Ini bukan kelemahan bagi wanita, karena sebenarnya air mata ini adalah "air mata kehidupan."

Saya gak tahu pasti, apakah para wanita yang membaca tulisan ini juga akan menangis. Jika ingin menangis, menangislah. Saya sangat merasakan apa yang Anda rasakan.


Selanjutnya......

Ketika Harus Berpaling dari Cinta Lama

Catatan Hati Mahmud Syaltut Usfa

“Cinta bukan menemukan seseorang untuk hidup bersama, tetapi cinta adalah menemukan seseorang yang kamu tidak dapat hidup tanpanya”.

Hah…haruskah cinta diungkapkan sedahsyat itu? Nyatanya, kalimat indah kadang hanya berjalan sekejap rasa. Banyak dari mereka yang awalnya berikrar sehidup semati, tapi akhirnya tumbang juga. Hanya tinggal kekecewaan yang tersisa. Kalimat indah bak pujangga tergolek menjadi sampah.

“Mendekatlah padaku atas nama cinta
Biarkan tangan jiwa ini menyentuh hatimu
Tak kan kubiarkan hembusan angin memeluk gelisahmu
Engkau anugerah terindah yang hadir seiring kesucian takdir”
Harus kujaga hingga hatimu meleleh dalam dekapan syahdu”

Kenapa cinta tak seindah saat pertama bertemu? Jawabannya sederhana saja. Namanya saja bertemu sesuatu yang baru. Getaran cinta pertama mengundang sejuta rasa. Segenap tali jiwa berkembang dalam lingkaran silaturrahmi rasa. Hati merasakan getaran yang teramat dahsyat. Menjalar ke seluruh tubuh. Hingga mampu menggetarkan tubuh. Lidah terasa keluh berkata walau sepatah kata. Namun, lamban laun memudar juga seiring perjalanan waktu.

Saat cinta hadir pertama kali, berjuta ilusi menghampiri. Semua yang tampak di pribadi sang kekasih adalah keindahan. Jangankan yang betul-betul positif, sifat-sifat buruknya saja terlihat indah di mata jiwa.

Banyak orang mengatakan bahwa kadar cinta kekasihnya sudah berubah. Padahal, dulunya baik betul. “Wah…..sekarang dia sudah berubah.” Kalimat itu sering terdengar ketika cinta sudah mulai berjalan jauh. Sebenarnya dia tidak berubah sedrastis yang Anda pikirkan. Pribadi sang kekasih masih seperti dulu. Justru yang berubah adalah perasaan Anda. Ketika cinta pertama hadir, ilusi sangat begitu kental mempengaruhi. Namun, seiring perjalanan waktu, ilusi sudah mulai luntur bahkan hilang ditelan realitas.

“Cinta tak perlu pergi bersama sayap-sayang angin
Jadilah embun yang selalu menyapa di keabadaian pagi
Cinta hadir dalam kesucian rasa
Bening, mengalir melintas di keheningan hati
Cinta tak patut bersanding dengan manisnya fatamorgana”

Dalam ketulusan cinta kerap dibasahi tetesan air mata. Tak perlu dirisaukan. Cinta mencapai tahta tertinggi jika diwarnai air mata dalam perjalanannya. Tersenyumlah dengan pahit getirnya cinta. Filsafatnya akan terus bersenandung dengan lirih-lirih kehidupan.

Hari ini aku hanya bisa berkata:

"Sandarkan tubuhmu di pundakku
Akan aku ceritakan bagaimana pengalaman terindah selama hidupku
Serta akan aku ceritakan pengalaman terpahit dalam hidupku
Karena dalam kedua cerita tersebut ada nafasmu yang memberi warna selama aku menjalaninya,
hingga mata batinku terpejam tak sanggup menatapnya lagi..."


Selanjutnya......

Sabtu, 22 Mei 2010

Syair Hati - Mahmud Syaltut Usfa

Hanya Ingin Kembali Bersih

Duhai hati yang membisu
Tak perlu bercengkrama dengan teka-teki
Singkirkan prasangka di kebisingan logika
Kebaikan bukanlah cinta
Walau cinta selalu bersenandung kebaikan

Bayangan ini tidak akan menepi pada hati yang pongah
Harga diri terlalu nista diruntuhkan penghambaan cinta

Hati ini hanyalah sepotong batu
Bukan bintang gemintang
Akan tetap redup sekali pun langit terluka

Aku hanya takut menusuk takdir dalam lipatan mimpi
Aku hanya gemetar nyawa akan tercabut saat tali jiwa terputus

Air mata ini terus menjerit memeluk hati
Ingin pulang ke pangkuan fitrah
Bersih seperti jiwa kita belum dipertemukan



Pikiran yang Membisu

Telah kubiarkan pikiran ini berjalan membisu
Terbuang di lorong-lorong waktu
Terbang bersama bisikan angin
Tanpa kata, tanpa suara, tanpa rasa

Aku takkan memungutnya
Hingga tulang-tulang jiwa ini remuk

Hati terlalu sibuk bercengkrama dengan cinta
Waktu begitu cepat menyeret harapan
Hingga mata tak sanggup menatap fakta

Wahai waktu….
Serahkan dari seribu detik yang tersisa
Akan kupungut satu persatu di sepanjang malam
Agar pikiran tak lagi membisu bersanding dengan kehidupan


Selanjutnya......

Rel Kereta Api dan Kegagalan Keluarga Berencana

Catatan Ringan Mahmud Syaltut Usfa

Pemerintah terus berupaya mensukseskan program Keluarga Berencana (KB). Dulu ada semboyan KB yang sangat terkenal ‘Dua Anak Cukup’. Tapi belakangan, motto promosi tersebut berubah ‘Dua Anak Lebih Baik’. Ini merupakan upaya pemerintah menyadarkan masyarakat akan pentingnya keluarga berencana.

Berbagai alasan disampaikan. Semasa orde baru KB sempat menjadi pro kontra. Bahkan, ada yang berpandangan radikal kalau KB merupakan wujud jahiliah modern. Alasannya, membunuh calon anak manusia. Namun, seiring dengan waktu dan sosialisasi dari pemerintah akhirnya pandangan seperti itu bisa diminimalisir. Dan sampai sekarang sudah tidak terdengar adanya perdebatan lagi.

Sosialiasi hingga kini terus dilakukan. Tidak hanya di perkotaan. Di desa-desa juga terus dilakukan penyuluhan secara intens. Tapi sayang, upaya pemerintah tersebut tidak semua berjalan mulus. Bahkan, di beberapa daerah di pedesaan gagal total. Karena mereka tidak mau dipusingkan dengan KB. Katanya ribet, mau ‘ngeseks’ aja harus pakai kondom, spiral, minum obat. “Orang sudah kebelet kok diatur-atur dengan prosedur segala, keburu croot.’ Begitu kira-kira komentar mereka.

Saya memiliki cerita. Tidak usah terlalu dipikir apakah ini kisah nyata atau tidak. Nikmati saja, paling tidak sebagai hiburan.

Di satu daerah ada dua desa yang sangat berdekatan. Sebut saja desa A dan desa B. Di desa A program Keluarga Berencana berjalan sangat sukses. Angka kelahiran bisa ditekan hingga 50% dari sebelumnya. Sehingga di desa A tersebut masyarakatnya tertata dan kesejahteraannya meningkat tajam.

Berbeda dengan desa B. Program Keluarga Berencana bisa dibilang gagal total. Padahal, penyuluhan demi penyuluhan terus dilakukan secara intens. Bahkan, lebih sering dibanding desa A. Para petugas lapangan sampai-sampai kebingungan menemukan akar permasalahannya.

Para penyuluh lapangan akhirnya melapor ke atasannya. Setelah dilakukan meeting, maka diputuskan akan menggandeng kalangan kampus (para dosen dan mahasiswa) untuk mencari solusinya. Dari kalangan kampus meminta melakukan observasi di lapangan. Setelah disekapati waktunya, akhirnya tim kampus dengan penyuluh KB berangkat ke lokasi.

“Lihat, desa ini sama dengan desa A, pendidikan dan tingkat ekonomi mereka sama, mereka sama-sama petani.” Jelas penyuluh KB kepada tim kampus.

Namun, tim kampus tidak puas begitu saja. Mereka terus berkeliling di desa tersebut dan sesekali melakukan wawancara ke warganya. Tak sengaja, tim kampus melihat lintasan kerteta api yang membentang di tengah-tengah desa A. Secara reflex, analogi ilmiahnya muncul. “Pasti ini yang menjadi biang keladinya.” Ujar tim kampus ke penyuluh KB. “Hah…!! Maksud bapak apa?’. Sergahnya dengan nada heran. “Mari kita buktikan dengan melakukan wawancara ke seluruh warga.” Ujar tim kampus menjawab penuh optimis.

Setelah dilakukan wawancara ke seluruh warga desa A ternyata betul sekali. Lintasan rel kereta api di desa itu menjadi kendala utama gagalnya program Keluarga Berencana. Dari hasil wawancara, jawaban warga rata-rata sama.

Mereka menjawab, “Setiap pukul 3 malam kereta api melintas di desa ini pak, saya dan istri pasti terbangun karena suaranya keras. Kami mau tidur lagi sudah tidak bisa. Dan lagian, kalau tidur lagi kuatir telat pergi ke ladang. Karena jam 4 kami harus ke ladang. Dari pada nganggur menunggu jam 4, lebih baik kami melakukan hubungan intim dulu.” Begitu rata-rata jawaban dari penduduk desa tersebut.


Selanjutnya......

Kita Bukan Bangsa Pemalas

Catatan Lepas Mahmud Syaltut Usfa

Masih banyak sebagian orang yang menilai kalau bangsa kita adalah pemalas. Sepertinya penilaian tersebut harus dikoreksi total. Gak masuk akalnya, pandangan seperti itu dilandasi dari ukuran ekonomi. Mereka yang hidup kurang sejahtera dipandang karena malas bekerja. Ah…ada-ada saja!!

Saya akan membuka sedikit fakta yang gampang ditemui di sekitar kita.

Ketika masih tinggal di Surabaya. Saya banyak menemui tempat-tempat di mana mereka melakukan aktifitas usaha (jualan) dimulai tengah malam. Mereka baru pulang sekitar pukul 09.00 WIB pagi. Sebut saja di daerah tanjung perak misalnya. Sekitar pukul 11.00 WIB malam para pedagang mulai menggelar dagangannya. Ada penjual buah, makanan, minuman, dan sejenisnya.

Biasanya sambil menunggu kapal datang. Baik kapal Pelni maupun kapal jenis lain. Atau juga berharap dari para pekerja pelabuhan yang membelinya. Bisa dibayangkan, berarti para pedagang itu telah mempersiapkan dagangannya dari sore hari, atau mungkin dari siang. Luar biasa kerja keras mereka. Apakah orang-orang seperti itu pantas disebut pemalas? !!

Masih di Surabaya. Ada kawasan namanya Pabean. Tempat tersebut sangat hidup ketika tengah malam. Di situ rata-rata penjual makanan (warung tenda). Pernah pada tengah malam selepas ziarah ke makam para wali di Gresik dan Lamongan. Saya dan teman-teman kampus bersama ustadz satu mobil. Karena lapar, teman saya (ustadz) asal Sidoarjo itu ngajak mampir ke Pabean. “Aku belikan roti canai yang sangat enak di Surabaya.” Ujarnya sambil menyetir mobilnya.

Benar sekali. Roti canainya sangat enak dengan dicampur kuah kare ayam lengkap dengan sate ampela hati. Hingga menjelang subuh kami baru pulang. Untung besoknya gak ada kuliah pagi. Kawasan Pabean memang banyak diisi pedagang asal Madura. Mereka sudah biasa mempersiapkan dagangannya mulai malam hingga pagi. Apakah mereka pemalas?!!

Dari Pebean kita beralih ke kawasan pelacuran ternama di Surabaya, yaitu, Doli dan Jarak. Para wanita tuna susila sudah harus melayani tamu dari sore hari. Bahkan, tak jarang siang hari juga harus ‘dikerjai’ para lelaki hidung belang. Pada sore hari sekitar jam 16.00 WIB, sudah harus berdandan cantik. Dan pada malamnya harus ‘memajang’ diri di ruang berkaca melayani tamu-tamu. Mereka harus bekerja keras (Saya tak tahu apa bekerja keras atau bekerja lunak) hingga pagi-pagi subuh. Malaskah mereka?!!

Begitu juga dengan para pedagang di Kota Malang. Di kota dingin tersebut ada kawasan namanya kota lama. Merupakan kawasan di jantung kota. Tidak berbeda dengan para pedagang di Surabaya. Mereka berdagang di dekat lintasan kereta api. Bisa dikatakan 24 jam stand by di warung tendanya. Karena pasar pagi, justru setelah subuh rame-ramenya pembeli. Sekitar jam 11.00 WIB malam mereka sudah mempersiapkan dagangannya. Mulai pedagang sayur, buah-buahan, makanan, dan lain-lain. Apakah mereka pantas disebut pemalas?!!

Selanjutnya beralih ke Batam. Ada kawasan namanya Jodoh. Tepatnya pasar pagi, dekat dengan pusat perbelanjaan Ramayana. Di daerah itu, terkenal dengan pasar sayur, ikan dan buah-buahan murah. Tentu saja beraneka pedagang lainnya berbaur di situ. Termasuk penjual barang-barang second. Tahukah Anda, para penjual sayur, buah, ikan, makanan dan minuman mulai menggelar dagangannya sekitar pukul 11.00 WIB malam.

Pada pukul 02.00 WIB tengah malam sedang sibuknya-sibuknya mengatur dagangannya. Hingga subuh terus melayani pembeli yang semakin banyak. Mereka mengemas dagangannya sekitar pukul 10.00 WIB pagi. Luar biasa, apakah orang-orang itu pantas disebut pemalas?!!

Tentunya di kawasan lainnya juga banyak orang-orang pekerja keras seperti itu. Tidak hanya di Surabaya, Malang, Batam, tapi di kota-kota lainnya. Juga tidak hanya orang-orang di kota. Mereka yang tinggal di pegunungan, desa-desa, dusun-dusun, juga banyak yang terbiasa melakukan aktifitas seperti itu. Pun, bukan hanya pedagang. Tapi para karyawan juga sangat banyak yang harus bekerja di saat orang-orang pada terlelap.

Coba pikir lagi dalam-dalam, jika di benak kita masih terlintas penilaian bangsa kita pemalas mohon dikoreksi total. Paling tidak, bagi mereka di atas mohon dikecualikan. Kalau pun mereka masih hidup di garis kemiskinan, bukan berarti pemalas. Melainkan kesempatan untuk menjadi orang kaya masih sangat terbatas. Semoga tulisan ini bisa dijadikan koreksi di saat kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional di tahun 2010 ini.


Selanjutnya......

Kamis, 20 Mei 2010

Perubahan Besar Dimulai dari Diri Sendiri

Opini Batam Pos, Ditulis oleh Mahmud Syaltut Usfa S.Psi, Rabu, 19 May 2010

Hidup harus dinamis. Kita bisa dinamis apabila ada keinginan kuat untuk berubah ke arah lebih baik. Perubahan laksana gerak air di sungai. Selalu mengalami pergerakan ke arah perubahan. Bahkan, di dalam kehidupan ini tidak ada yang abadi, kecuali perubahan. Sekarang ini banyak pemimpin atau calon pemimpin mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan. Salah satu harapannya bisa melakukan perubahan terhadap bawahannya. Dan akhirnya berdampak perubahan pada instansi atau perusahaan.

Seorang yang berambisi menjadi pemimpin kerap terlalu berlebihan megampanyekan diri. Isu yang selalu diusung adalah perubahan. Terkadang terlalu kelakar, ingin merubah ini dan itu, sampai-sampai yang sudah benar juga ingin dirubahnya. Silahkan saja, itu memang hukum dalam kampanye. Asal, jangan terlalu bermimpi untuk merubah orang lain tanpa mau merubah diri sendiri. Apalagi dalam skala besar. Perlu diingat, perubahan sosial takkan terjadi tanpa perubahan dalam kepribadian.

Melakukan perubahan dibutuhkan motivasi kuat serta konsistensi tinggi terhadap diri sendiri. Mustahil mampu merubah orang lain jika tak sanggup merubah diri sendiri. Di sinilah perlunya inferiority, yaitu menantang dirinya untuk maju, membentuk kembali, bahkan mengubah hidupnya. Biasanya saat muncul motivasi tersebut, maka akan lahir trigger. Trigger (pemicu) ini memiliki peran penting sebagai pemberi semangat melangkah menuju perubahan. Misalnya dengan terus berpikir positif

”Kalau orang lain bisa, kenapa saya tidak,” Muncul kepercayaan tinggi kalau dirinya pasti bisa berubah, ”Saya pasti bisa!! Semangat!!” Dan berbagai kalimat-kalimat pemicu lainnya.

Saya jadi teringat tulisan di sebuah pemakaman di Inggris, kalimat yang sangat dalam maknanya. Kalau diartikan secara bebas begini artinya:

”Saya pernah memiliki cita-cita menjadi presiden, agar bisa melakukan perubahan di negeriku. Tapi, ternyata negeriku sudah mengalami kerusakan sangat parah. Tak mungkin mampu dilakukan perubahan. Akhirnya kuturunkan cita-citaku menjadi gubernur. Dengan harapan bisa melakukan perubahan di provinsi. Sayang sekali, aku rasanya tak mungkin mampu karena di provinsi juga mengalami kerusakan parah.

Terpaksa cita-citaku kuturunkan ingin menjadi wali kota. Harapannya bisa segera merubah kotaku yang makin tak tertata. Lagi-lagi kotaku sangat parah kerusakannya. Aku takkan mungkin sanggup merubahnya. Akhirnya citaku-citaku kuturunkan lagi untuk melakukan perubahan di keluargaku. Sama juga, keluargaku sangat berantakan. Sulit bagiku melakukan perubahan. Dengan terpaksa kuturunkan lagi cita-citaku. Aku hanya bercita-cita melakukan perubahan pada diri sendiri.

Akhirnya aku berpikir, andai saja dari dulu bercita-cita merubah diri sendiri, pasti bisa melakukan perubahan di keluargaku. Dan akhirnya bukan tidak mungkin aku mampu merubah kotaku. Juga sangat mungkin aku bisa merubah provinsi. Bahkan, bukan sesuatu yang mustahil pada akhirnya aku juga bisa merubah negeriku”.

Luar biasa kalimat tersebut. Jika kita betul-betul berniat melakukan perubahan ternyata sangat mudah sekali. Tidak perlu menunggu memiliki jabatan. Cukup dimulai dari sendiri. Sederhana sekali bukan? Melakukan perubahan harus dilandasi sebagai kebutuhan. Bukan sekadar keinginan. Apalagi hanya sebagai pemanis belaka. Kebutuhan menjadi satu dimensi penting dari kepribadian. Kebutuhan dapat digolongkan, bisa agresif, pasif atau dipelihara. Kebutuhan yang digerakkan termasuk kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai otonomi dan untuk memelihara tatanan.

Kebutuhan menjadi suatu dimensi penting dalam kepribadian seseorang terhadap kemampuan melakukan perubahan. Paling tidak, memiliki kepribadian yang inovatif. Dengan ciri, muncul kebutuhan sangat besar terhadap otonomi dan keteraturan, pemahaman sendiri yang memungkinkannya tegas terhadap orang lain, kebutuhan yang sangat besar untuk memelihara dan memikirkan kesejahteraan orang lain maupun kesejahteran dirinya sendiri.

Hal ini sangat berbeda dengan kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai fungsi dari posisi yang diduduki seseorang, ketimbang sebagai fungsi prestasi yang dicapai seseorang.

Kuncinya adalah mengkoordiner suatu keinginan kuat sehingga membentuk suatu sikap ke arah lebih baik. Sekarang ini banyak pemimpin dengan cemerlang melakukan perubahan terhadap bawahannya. Namun, tak mampu merubah mental dirinya sendiri. Akibatnya, muncul kasus korupsi, skandal perselingkuhan, dan sebagainya. Bahkan, tak mampu melakukan transformasi mental saat jabatannya harus merosot. Ini akibat perubahan tidak dilakukan secara sistematis terkait kebutuhan pribadinya. Kesadaran triggernya begitu lemah.

Pada intinya, jika kita menginginkan suatu perubahan harus dilakukan secara kesadaran penuh. Sehingga menjadi kebutuhan pribadi sendiri. Kalau hanya sibuk menuntut orang lain berubah, maka akan membuang kesempatan bagi diri sendiri. Apalagi perubahan hanya sebatas serimonial belaka, sangat mustahil bisa melakukan perubahan secara besar.

Salah satu gagalnya melakukan perubahan pada diri sendiri disebabkan terlalu sibuk menuntut orang lain berubah. Kesibukan tersebut akhirnya mengantarkan pada sikap atoriter, dan anarki absolut. Sikap seperti itu membuat seseorang terlalu toleran terhadap kesalahan dirinya sendiri, namun menuntut lebih dari orang lain.

Semoga kita termasuk orang yang terus memiliki semangat melakukan perubahan pada diri sendiri. Dengan memulai dari hal terkecil dan sederhana, bukan mustahil akan mendapatkan manfaat besar. Menjelang pilkada gubernur ini, kita berharap memiliki pemimpin yang mampu melakukan perubahan pada dirinya sendiri. Bukan sebatas pengakuan kata-kata selama kampanye. Karena keberhasilan merubah dirinya akan menjadi tolak ukur dalam melakukan perubahan pada orang lain. Insya Allah. ***

*Psikolog dan Praktisi Pendidikan di Hang Nadim Malay School Batam



Selanjutnya......

Syair Sendu Mahmud Syaltut Usfa

Suara Gelisah

Aku mendengar suara lirih dari lorong-lorong angin
Jerit sang perawan memanah hati
Berhembus manja memekik kegelisahan
Memasung kejujuran hingga ke dasar hati

Mata beningnya terus menatap mimpi
Didekap erat agar kejujuran tak membangunkannya

Air matanya mengalir ke hilir sunyi
Tak mampu berkata-kata
Hatinya terus dipeluk
Takut rasa cinta terbuang ke sampah keihlasan



Keheningan Cinta

Jiwa-jiwa bertakbir
Menyambut hati yang menepi
Cinta itu begitu suci
Lahir dari beningnya embun pagi

Bangunkan jiwaku saat kejujuran tiba
Air mata ini merindukannya
Bercengkarama dengan kebeningan cinta



Tak Sebatas Mimpi

Hah……
Cinta itu berdiri dengan fatamorgana
Bayangan diri terus berjalan lesuh

Percuma saja….
Hatiku sudah melangkah ke batas mimpi

Maaf….
Cinta tidak berpijak di alas hayal


Selanjutnya......

Rabu, 19 Mei 2010

Sibuk Mengurus Hati

Catatan Ringan Mahmud Syaltut Usfa

Dalam kehidupan ini, kita mendapat jatah waktu 24 jam. Berbagai tetek-bengek urusan harus diselesaikan dalam waktu itu juga. Jika tidak, sudah pasti akan tertunda di 24 jam ke depan. Banyak orang yang bisa memanfaatkan waktu tersebut. Namun, juga sangat banyak yang kelabakan.

Dari berbagai kesibukan selama 24 jam, sebenarnya yang membuat kita sangat-sangat capek disebabkan terlalu sibuk mengurus hal-hal kecil. Sehingga hati tidak terurus. Lalulintas dalam hati kita sungguh sangat padat. Entah muncul rasa jengkel, salah paham, dan seabrek perasaan menyakitkan hati lainnya. Capek !! Padahal selama kita hidup tidak akan lepas dari gesekan persoalan.

Selagi kita tidak mampu mengurus hati, mustahil bisa menaklukkan waktu 24 jam dengan tenang. Padahal, jika kita mampu, niscaya Allah akan menaklukkan alam semesta kepada Anda. Hati kita menjadi tidak tanang, wasa-was, karena terlalu sibuk mengurus bisikan-bisikan tidak penting. Sehingga, kita bukan disibukkan manata hati diri sendiri, melainkan sibuk mengurus orang lain.

Bisa dibayangkan, betapa capeknya hati jika kita sibuk mengurus orang lain. Bahkan kita akan dilanda kecemasan, ketakutan, dan depresi.

Saya memilikii kisah menarik tentang seorang sufi.

Suatu ketika, seorang Arab datang ingin berguru kepada Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal karena karamahnya dan gemar mengajar tasawuf di pengajian-pengajian. Rumah guru sufi itu terletak di tengah-tengah padang pasir.

Ketika orang itu tiba, Abul Khair sedang memimpin majlis simaan (acara mendengarkan orang membaca doa) di tengah para pengikutnya. Waktu itu Abul Khair membaca Al-Fatihah. Ia tiba pada ayat: ghairil maghdubi alaihim, wa laz zalim. Orang Arab itu berfikir, '' Bagaimana mungkin aku bisa berguru kepadanya. Baca Al-Quran saja, ia tidak bisa?. Orang itu mengurungkan niatnya untuk belajar kepada Abul Khair.

Begitu orang itu keluar, ia dihadang oleh seekor singa padang pasir yang buas. Ia mundur tetapi di belakangnya ada seekor singa lain yang menghalanginya. Lelaki Arab itu menjerit keras karena ketakutan.

Mendengar teriakannya, Abul Khair turun keluar meninggalkan majlisnya. Ia menatap kedua ekor singa itu dan menegur mereka, Bukankah sudah kubilang jangan ganggu para tamuku!? Kedua singa itu lalu bersimpuh di hadapan Abul Khair.

Sang sufi lalu mengelus telinga keduanya dan menyuruhnya pergi. Lelaki Arab itu merasa heran, Bagaimana Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar? Abul Khair menjawab, Aku sibuk memperhatikan urusan hatiku. Untuk kesibukanku memperhatikan hati ini, Tuhan menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Sedangkan kamu sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah, karena itu kamu takut kepada seluruh alam semesta.

Semoga kita mampu menjadi orang yang selalu sibuk mengurus hati. Insya Allah kita akan menjadi orang yang tenang. Karena Allah akan memberi alam semesta untuk Anda miliki.


Selanjutnya......

Kamis, 13 Mei 2010

Sajak Langit Mahmud Syaltut Usfa

Keangkuhan Do’a

Kata-kata itu terasa merdu menyentuh jiwa langit
Bercengkrama dengan pengharapan
Mengoyak keheningan takdir
Membisu tak berdaya di antara seribu permintaan

Do’a begitu angkuh menuntut tuhan
Membungkus keluh kesah dengan kekhusuan
Tuhan telah diperintah kata-kata iba
Tuhan telah diajari oleh lidah kemunafikan
Tuhan telah dituntun lumuran hati para pendosa

Lelehan air mata bukan hempasan rasa cinta padaNya
Tapi rasa takut sang do’a tak terkabul
Ratapan jiwa bukanlah rasa kepasrahan syukur
Namun rasa gusar sang do’a tak terwujud

Tuhan hanya ada saat tubuh butuh sandaran
Dengan panggilan sendu atas nama do’a
Saat jiwa terbang dengan kepakan sayap bahagia
Tuhan hanya terselip di celah-celah kuku makrifat




Kebisuan Cinta


Biarkan cinta ini membisu sejenak
Berkabung dengan tarian lara
Bernyanyi lirih seirama tetesan gelisah

Aku hanya ingin cinta sederhana
Seperti angin yang tak sempat berkata apa pun saat membelai samudera
Seperti api yang tak sanggup berucap sepatah kata pun saat melebur bara

Cintamu begitu dahsyat hingga melemparkan jiwaku ke lidah langit
Menjadikan hati ini tercecer di pangkuan ayat-ayat keteduhan

Tak perlu risau menanyakan jejak-jejaknya
Aku telah mengukirnya di celah cahaya rembulan dan matahari pagi

Tak perlu risau memikirkan perjalanannya
Hatiku masih berdiri kokoh dengan busur di sayapnya
Siap memanah rembulan hingga kebenaran tak membisu lagi

Selanjutnya......

Syair Lirih Mahmud Syaltut UsfaBagikan

Tubuh yang Gelisah

Kepada tubuh yang gelisah
Biarkan roh ini pergi sejenak
Mengembara mencari hati yang terbuang
Aku merasakan puing-puingnya masih berdiri kokoh

Kegelisahan terus berteriak lantang
Bertakbir di antara berhala-berhala hedonisme

Wajah jiwa ini masih bercengkrama dengan rembulan
Sambil terus bercermin pada kebeningan air mata
Tak perlu menyentuh hatinya
Karena sedang mendekap luka
Tak berdaya menatap serpihan nostalgia

Cinta ini begitu dahsyat meremukkan hati
Padahal kisahnya sudah terlempar bersama imanjinasi

Rohku hanya mampu menatap kebenaran dari sudut akal
Tak sanggup lagi mengembara di jagad nurani

Wahai perempuan jalang….
Tubuh yang nista
Jiwa yang renta
Berbaringlah dengan para pelacur jalanan
Juallah harga diri itu dengan kefanaan cinta

Aku di sini menunggu kabar dari sayap-sayap angin
Sampai rohku datang menghapus gelisah


Selanjutnya......

Rabu, 05 Mei 2010

Pacaran Islami, Apaan Tuh..!!

(Catatan lepas Mahmud Syaltut Usfa)

Dulu, dalam suatu diskusi psikologi di kampus, ketika itu saya jadi pembicara, ada pertanyaan menarik dari audien. “Bagaimana pacaran yang islami itu?”. Saat itu saya kaget “Hah….kayak apa tuh..?!!” Kalau memang ada pacaran islami, jangan-jangan juga ada zina islami.

Apalagi gaya pacaran anak sekarang sudah di luar batas. Alasannya karena komitmen. Bahkan, banyak perempuan yang terlalu ‘ihlas’ menyerahkan tubuhnya ‘diobok-obok’ oleh cowoknya karena takut diputus, wow…!! Walaupun dalil tersebut tidak bisa dibenarkan seratus persen. Bisa saja karena dilandasi suka sama suka.

Nah, ngomong-ngomong soal pacaran, ternyata sampai sekarang masih muncul tentang pacaran islami. Entahlah, mungkin cuma upaya melegalkan aktivitas baku syahwat itu? Atau para remaja Islam merasa takut tidak bebas ‘mengekspresikan gaya pacaran’. Malah disinyalir, katanya banyak pula yang melakukannya adalah anak masjid. Artinya mereka itu ingin Islam, tapi ingin pacaran juga. Ah, ada-ada saja!!!

Mau anak masjid, pesantren, jilbaban, rajin puasa senin-kamis, kalau mempraktekkan gaya pacaran bak gaya selebriti tetap saja mendekatkan zina. Bukan sok alim sih, tapi hendaknya gaya pacaran pada umumnya sekarang ini harus dipisahkan dengan embel-embel islami. Karena dalam Islam tidak ada istilah pacaran. Pacaran-pacaran saja, zina ya zina saja !!

Lantas kenapa dorongan melakukan maksiat begitu tinggi ketika pacaran? Faktor pertama pasti karena keduanya memiliki nafsu. Manusia normal mana yang tidak ingin melakukan hubungan intim dan romantik dengan pasangannya?

Secara psikologis ada tiga hal sehingga pasangan yang sedang berpacaran terdorong melakukan hubungan intim. Pertama, cinta lahir karena atas naluri intimacy. Adanya perasaan kecocokan, dari hal-hal sederhana sampai yang serius. Misalnya, pasangannya cocok diajak curhat, nyambung diajak ngobrol, kecendrungan seleranya banyak sama. Baik sikap, sifat, kegemaran, dan sebagainya.

Kedua, adanya unsur passion. Kondisi ini sudah melangkah kepada keinginan lebih jauh untuk merasakan kenikmatan berhubungan secara fisik. Misalnya, saling berpegangan tangan, menyandarkan kepalanya di bahu kekasihnya, saling membelai, bahkan keinginan berhubungan intim.

Ketiga, sudah memutuskan untuk commitment. Yaitu kesediaan untuk benar-benar terikat satu dengan yang lain. Commitment ini memliki kekuatan sangat dahsyat untuk menarik intimacy dan passion. Biasanya, jika sudah terbentuk commitment maka ada kecendrungan melakukan hubungan pacaran secara total. Bisa dibayangkan, betapa keduanya sangat leluasa mewujudkan keinginan-keinginan libidonya. Karena menurut mereka, milikmu adalah milikku dan sebaliknya.

Lalu bagaimana dengan sepak terjang teman-teman remaja yang terlanjur menganggap aktivitas baku syahwatnya sebagai pacaran islami? Jawabannya ya dosa! Iya dong. Soalnya siapa saja yang melakukan kemaksiatan jelas dosa sebagai ganjarannya. Apalagi anak masjid, berjilbab, ahli dalam agama.

Coba simak QS. An-Nuur : 30, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Kemudian QS. An-Nuur : 31, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…”

Jadi bagaimana dong? Dalam Islam tetap tidak ada yang namanya pacaran islami. Lalu kenapa istilah itu bisa muncul sampai sekarang? Boleh jadi para remaja hanya punya semangat keislaman tapi minus tsaqafah ‘pengetahuan’ Islamnya. Kayaknya saya juga perlu instrospeksi nih, ayo semangat bertobat!!!


Selanjutnya......

Minggu, 02 Mei 2010

Sajak-sajak Sufistik Mahmud Syaltut Usfa

Batam Pos, Minggu 2 Mei 2010
(Penulis dan Penyair kelahiran Pulau Bawean Jawa Timur bermukim di Batam)

Sampah Kata-kata

Telah kubuang logika semu ke ujung zaman
Hingga mata batin tak menatapnya lagi
Kini, pikiran itu bertelanjang
Menunggu nurani mendekapnya

Lihat itu….!!
Pikiran-pikiran angin menari di ujung pena
Semua disalahkan oleh pikirannya
Tersenyum bagai pahlawan
Membalik kata di simpang gelisah

Aku berdiri di antara kata yang terbuang
Tidak segagah sang penyair, budayawan, dan intelektual

Pikiranku masih bertelanjang
Tetap bertahan menunggu nurani mendekapnya
Sambil tersenyum memungut sampah kata-kata



Sang Pelayan

Jiwa yang hakiki, keluarlah sejenak dari tubuh tuanmu
Lihatlah tarian kemunafikan
Menjijikkan bukan…?
Di situlah selama ini engkau melayaninya




Mentuhankan Nafsu

Tubuh ini berjalan tertatih di setiap jengkal nafas
Berat menahan gelisah di sepanjang ruang hidup
Lidah nafsu begitu liar
Bercengkrama di lorong-lorong hati

Jenguklah nafsu itu
Mungkin saja sudah pergi
Tak perlu diikat dengan kata-kata
Agar tak mengundang keinginan

Nafsu bisa menjelma bagai tuhan
Segala jiwa bersujud lusuh padanya
Anehnya,
Tubuh merasa riang membungkuk sebagai budak
Menjilat rakus hempaskan harga diri

Nafsu dituhankan
Tuhan diburamkan nafsu
Kecuali engkau berjalan di garis tauhid
Di situlah hatimu mampu menatap tuhan yang hakiki



Kebisingan Hati

Betapa akal terus tersiksa menyanggah kebisingan hati
Hati terus menyeret nafsu berbicara kefanaan dunia
“Diamlah..!! Aku malu menatap tubuh ini.” Sergah akal

Hati terdiam dalam belenggu detik
Namun tak lama menyeret nafsu kembali

Akal hanya mampu berkata dalam hening:
Diamlah..!!
Diam..!!
Dia..!!
Aku malu menatap tubuh ini..!!



Cepat Kejar Sang Waktu

Cepat pergi ke ujung waktu
Berlari saja hingga mampu menyambutmu
Dia akan mengembalikan separuh tubuhmu

Peluklah dengan erat saat bertemu
Hempaskan rasa rindu masa lalumu
Sebelum masa lalu terhapus oleh zaman

Bicarakanlah tentang hari ini
Sebelum berganti menjadi masa lalu

Sadarkah kamu,
Sang waktu akan terus berdiri kokoh
Hingga separuh tubuhmu tak bisa dikembalikan lagi



(Terima kasih Batam Pos yang telah mempercayakan syair-syair saya untuk dimuat di halaman minggu koran ini)


Selanjutnya......