Kamis, 03 Juni 2010

Sukses karena Sukses dari Tantangan

Catatan Lepas Mahmud Syaltut Usfa

Tak seorang pun bisa menjalani hidup ini dengan mulus bebas hambatan. Dalam perjalanannya pasti ada kerikil-kerikil sebagai tantangan. Bagi orang-orang yang bijak, tantangan itu dipandang sebagai motivasi. Sebaliknya, bagi mereka yang berpikir kerdil, justru dipandang sebagai kesulitan.

“Pandanglah tantangan hidup di depan kita sebagai batu loncatan, bukan sebagai tembok penghalang..!!

Tak heran, jika banyak dari mereka yang suskes karena bijak dalam menghadapi tantangan hidup. Menyerah sama halnya menyia-nyiakan kesempatan untuk sukses. Bahkan, banyak dari mereka yang harus jatuh bangun dari keterpurukan, namun akhirnya bisa bangkit dan sukses. Semakin berat tantangan, itu sebagai pertanda keberhasilannya juga akan tinggi. Ada hukum sebab akibat dari keduanya.

Dalam al-Qur’an Allah berfirman “Aku tidak akan memberi beban di luar kemampuan hambaku”. Allah sudah menjamin, bahwa segala tantangan bukan sebagai kesulitan. Tak mungkin Allah berbohong!! Allah tahu betul takarannya, tantangan seperti apa yang ‘layak’ diujikan kepada hambanya.

“Di saat menghadapi ujian hidup, tidak perlu berdo'a agar ujian itu berlalu, tapi berdo'alah agar diberi kekuatan untuk menghadapi dan melaluinya. Karena ujian itu pertanda kita memiliki kualitas yang akan Allah tingkatkan derajatnya.”

Peristiwa demi peristiwa sudah menjadi catatan rutin dalam lembar kehidupan kita. Tak ada yang bersih. Pasti penuh dengan coretan. Jika kita mampu memaknai coretan itu, maka kita akan menjadi pribadi yang tenang. Karena di balik semua itu pasti ada hikmah.

“Orang yang mampu membaca hikmah akan memandang segala kejadian ibarat melihat mutiara, dipandang dari sudut mana pun akan tetap bening.”

Sudah sangat banyak kisah orang-orang sukses di sekitar kita karena mereka tangguh menghadapi tantangan hidup. Kesabaran, ketenangan, keuletan, akhirnya berbuah keberhasilan. Ada orang yang dulunya banyak dicibir tetangganya. Tapi karena menyikapi kondisi itu dengan bijak, akhirnya menjadi orang sukses.

Bahkan, tak jarang banyak dari mereka pada masa lalunya kerap dihina, dikucilkan, difitnah, diremehkan, tapi masa depannya justru berubah drastis. Orang-orang yang dulunya usil malah menjadi segan, bahkan minta bantuan karena hidupnya tidak sukses.

“Ingat !! Bukan peristiwanya yang penting, tapi respon terhadap peristiwa itulah yang dapat memunculkan intisari pemaknaan hidup yang sesungguhnya.”

Sangat baik jika kita berkaca pada orang-orang sukses dunia. Sebut saja Thomas Alva Edison. Laboratorium ilmuan hebat itu pernah terbakar. Tanpa peristiwa itu mungkin saat ini kita masih hidup dalam kegelapan.

Begitu juga dengan Kolonel Sanders. Bos Kentucky Fried Chicken itu pun pernah jatuh bangun bertubi-tubi berupa penolakan. Tapi dirinya tidak sedikit pun frustasi. Hingga sekarang kita bisa menikmati gurihnya Kentucky Fried Chicken karena kegigihan dia bangkit dari keterpurukan. Bahkan Galileo Galilei harus dihukum mati sekadar untuk membuktikan bahwa bumi ini bulat.

Mudah-mudah tulisan ini sedikit bisa memberi motivasi bagi kita, khususnya diri saya untuk selalu berpikir bijak dari segala tantangan hidup. Semakin hebat tantangan, makan akan semakin hebat keberhasilan menyongsong kita. Kecuali kita merasa lemah dan takut untuk bangkit, bersiap-siaplah menjadi orang yang terpuruk dalam keabadian, nauzubillahminzaliq !!


Selanjutnya......

Syair Sufistik - Mahmud Syaltut Usfa

Beratnya Mengikat Nafsu

Ikatlah segala nafas di tubuhku
Agar nafsu tak mampu menuntun langkahku
Dosa-dosa ini terlalu liar berjalan
Segenap penjuru mata tubuhku telah dibutakan

Haruskah tubuh lemahku diipanggang di neraka?

Langkah ini sudah begitu penat
Mengambara di ruang relegi
Tanpa tahu nasib badan ketika bersaksi kelak

Seluruh langkahku akan berkata lugu
Roh hanya tertegun menanti keadilan
Hanya ada dua kata
Ke surga atau neraka

Begitu kerdilkah tuhan menakar nasib abadi hambanya?

Aku hanya tahu tuhan itu baik sama kita
Aku hanya mendengar tuhan itu maha pengasih dan penyayang
Aku hanya dapat merasakan tuhan itu adil dan bijaksana

Wahai para malaikat malam
Ikutlah sejenak menyelam di qalbuku
Agar bisa merasakan beratnya menjaga nafsu

Kabarkan ke seluruh penghuni langit
Aku tak mampu lagi mengegnggam wahyu sang rasul
Jika pintu surga dan neraka hanya hitam putih

Aku tak peduli lagi apakah surga dan neraka itu ada
Sebaiknya mata batin kubutakan saja
Agar di setiap sujudku tak mengharapkannya

Jika terbesit rasa pengharapan,
Itulah manusia
Merasa malu menginjak pintu surga
Tapi pengecut melangkah ke neraka

Selanjutnya......

Tali Jam Tangan dan Rambut Panjang Sang Ibu

Catatan Lepas Mahmud Syaltut Usfa

Kita sudah sangat sering mendengar cerita anak yang durhaka kepada ibunya. Sebut saja kisah si Malin Kundang. Atau kisah-kisah lainnya yang sering didramatisir. Juga, sangat beragam kita baca dan mendengar kisah ibu yang bersikap kejam ke anaknya.

Padahal, di realitas sangat banyak kisah ibu yang hebat hingga mendidik anaknya dengan pengorbanan dan kerja keras. Kasih sayang ibu sangat luar biasa, karena ibu adalah pribadi yang hebat. Juga, sangat banyak anak-anak yang selalu menunjukkan kasih sayang luar biasa kepada ibunya.

Saya memiliki cerita menarik yang mungkin bisa dijadikan tauladan bagi kita.

Di sebuah perkampungan ada seorang ibu yang hidup bersama anak gadisnya . Ibu tersebut sudah lama menjanda karena suaminya meninggal akibat penyakit. Semenjak suaminya meninggal, secara otomatis kondisi ekonominya sangat pas-pasan. Sang ibu hanya bekerja jualan kue di pasar. Selebihnya bekerja serabutan. Seperti mencuci pakaian, setrika pakaian milik tetangga.

Anak gadisnya baru berusia 16 tahun, atau duduk di bangku kelas I SMA. Ketika ayahnya meninggal, dia masih duduk di bangku kelas II SMP. Dia gadis yang dewasa. Pulang sekolah langsung membantu pekerjaan ibunya. Namun demikian, prestasi sekolahnya selalu menonjol.

Ayahnya tidak memberikan warisan berupa harta melimpah. Salah satu pemberian ayahnya hanyalah jam tangan yang tidak begitu mahal. Tapi, si gadis itu selalu memakainya. Ibunya selalu menasihati agar rajin belajar dan menjaga ahlaknya. “Jaga aurat dan ahlak ya nak, karena hanya itu harga diri keluarga kita bisa terjaga.” Demikian nasihat yang selalu ibunya sampaikan.

Sang ibu walau berusia setengah baya namun masih kelihatan cantik dan segar. Salah satu yang sangat dibanggakan adalah rambutnya yang indah dan panjang hingga melewati punggungnya. Banyak para tetangga memuji rambut indahnya. Sang ibu tersebut setiap hari selalu merawat dengan senang hati.

Pulang dari pasar, sang ibu heran karena putri semata wayangnya tidak pernah lagi memakai jam tangan. “Kenapa jam tangannya tidak dipakai lagi nak?” Tanya ibunya bijak. Dengan wajah sedikit sayu si anak menjawab, “Tali jamnya putus bu, tapi saya selalu membawanya ke mana pun pergi.” Jawabnya bijak. “Sabar ya nak, kalau sudah ada duit pasti ibu belikan.” Ucapnya sambil memandang wajah manis putrinya.

Walau hidup dengan ekonomi pas-pasan, sang ibu tidak pernah terlihat mengeluh. Begitu juga dengan anak gadisnya, tidak pernah minta macam-macam kepada ibunya. Tahu betul dengan kondisi ibunya yang harus banting tulang untuk kebutuhan sehari-harinya. Keduanya hidup dengan sangat-sangat sederhana.

Sang ibu selalu memikirkan tali jam tangan anaknya yang putus. Sudah berusaha mengumpulkan duit, tapi masih belum bisa juga membelikan. Karena terbentur dengan kebutuhan lainnya. Setiap hari ibunya memikirkan. “Kasihan anakku tak bisa memakai jam tangan pemberian ayahnya, gak ada yang bisa saya jual.”ucapnya dalam hati dengan lirih.

Karena pikiran itu terus membayangi, akhirnya dia berpikiran nekat. “Saya harus menjual rambut panjangku agar anakku bisa memakai jam tangannya kembali.” ucapnya dalam hati. Pikirannya makin gelisah antara iya dan tidak. “Apa nanti kata anakku.” Bisik perasaannya makin gelisah. “Ah…ini harus kulakukan asal anakku bahagia, kan nanti bisa panjang lagi.”tekadnya makin bulat.

Akhirnya hari itu sang ibu memangkas rambutnya dan menjualnya. Uang yang didapat langsung dibelikan tali jam tangan. Sangat senang hatinya mendapat tali jam tangan. “Anakku pasti senang !!” ucapnya dengan senyum mengembang.

Pada hari itu juga, secara bersamaan si anak pulang sekolah saat melewati toko melihat ikat rambut yang sangat bagus. Si anak langsung teringat dengan rambut indah ibunya. “Alangkah cantiknya ibuku jika memakai ikat rambut itu.” Pikirnya. Tapi dia bingung karena tidak punya uang untuk membelinya. Demi untuk membahagiakan sang ibu, dia langsung teringat dengan jam tangannya yang tidak ada talinya lagi. “Sebaiknya jam tangan ini saya jual saja agar bisa membeli ikat rambut itu.” Begitu pikiran yang terlintas. “Tapi, apa kata ibuku nanti.” Lagi-lagi pikirannya gelisah antara iya dan tidak.

“Akan saya jual saja agar ibuku senang, ibuku pasti bahagia memakai ikat rambut itu.” Ucapnya makin mantap menjualnya. Saat itu juga si anak langsung menjual jam tangannya dan membeli ikat rambut untuk ibunya. Dia pulang dengan senang hati dan senyum mengembang.

Di rumah, sang ibu menunggu anaknya pulang dengan tak sabar. Ingin sekali melihat anaknya senang dengan tali jam yang baru saja dibelinya. Tali jam itu terus dipegangnya. Sebaliknya, si anak di jalan ingin cepat sampai di rumah hanya ingin memberi ikat rambut yang baru saja dibelinya. Si anak berlari hingga sampai di depan rumahnya dia setengah berteriak, “Ibu….saya membelikan ikat rambut yang indah untuk ibu, pasti ibu makin cantik memakainya.” Kata si anak girang. Mendengar sayup-sayup suara anaknya, sang ibu makin tak sabar dan langsung membuka pintu keluar sambil memegang tali jam tangan.

Betapa terjkejut si anak begitu melihat rambut panjang ibunya sudah dipotong. Si anak memeluk ibunya sambil menangis sedih. “Ibu, kenapa rambut ibu dipotong?” Tanya anaknya dengan suara tangis terisak. Sambil mengelus-elus kepala anaknya, ibunya dengan suara parau karena menagis berujar. “Anakku, tadi ibu menjualnya karena ibu ingin sekali membelikan tali jam tangan.” Mendengar penjelasan seperti itu si anak makin menjadi menangis. Dengan bijak sang ibu berusaha menenangkan. “Sudahlah nak, tak perlu menangis seperti itu, ibu janji ketika panjang nanti tidak akan menjualnya lagi, ayo masuk dulu dan sekarang pasang tali jam tangan ini agar bisa dipakai lagi.” Ucapnya sambil menuntun anaknya ke dalam rumah.

Dengan kesedihan mendalam, si anak menjelaskan ke ibunya sambil masih menangis. “Ibu, maafkan saya, karena jam tangan itu sudah saya jual untuk membelikan ikat rambut untuk ibu.” Jelas si anak sambil memeluk tubuh ibunya erat-erat. Mendengar penjelasan dari anaknya, sang ibu kembali menangis sambil makin erat memeluk tubuh anaknya. Dia pun berucap, “Ibu bangga denganmu nak, ibu sangat memaafkan, ayahmu pasti bangga dengan kemuliaan ahlakmu dan kesih sayangmu kepada ibu.” Sahutnya dengan suara lirih sambil mengelus-elus punggung anaknya.

Cerita ini hanya imajinasi saya saja. Maafkan jika ada pendramatisiran cerita. Namun, bentuk kasih sayang antara ibu dan anak seperti itu masih sering kita jumpai. Walau tidak sama persis dengan cerita tersebut, tapi nilai pengabdian dan pengorbanannya sama hebatnya.

Selanjutnya......