Opini Batam Pos, Sabtu 30 Oktober 2009
Mahmud Syaltut Usfa S.Psi
(Psikolog dan Praktisi Pendidikan di Hang Nadim Malay School Batam)
Sekadar ilustrasi, pada suatu ketika di negeri binatang diadakan lomba panjat pinang khusus para tokek. Batang pinang dilumuri getah salah satu pohon yang licin. Lomba tersebut tak ubahnya ketika memperingati HUT RI.
Hanya bedanya, peraturannya para tokek tidak boleh bekerja sama ketika memanjat. Hadiah yang ditawarkan tak tanggung-tanggung yaitu sebuah rumah dan berbagai hadiah hiburan lainnya. Siapa yang duluan sampai ke puncak maka dialah pemenangnya. Jumlah peserta diikuti 25 ekor tokek yang datang dari segala penjuru negeri.
Ketika juri mulai meniup peluit sebagai tanda lomba dimulai. Ke 25 ekor tokek ini langsung berebut naik. Baru berlangsung beberapa menit, sudah beberapa tokek yang tergelincir jatuh. Penonton juga mulai meneriaki dengan nada-nada pesimis dan cemoohan.
Nah, pada saat itu para peserta sudah mulai ciut hatinya. Rasa semangatnya sudah mulai luntur. Banyak yang putus asa karena tak tahan mendengar cemoohoan bernada pesimis. Hanya beberapa penonton saja yang memotivasi, Namu lebih banyak yang mencerca dan sok mengatur. Biasa, dalam posisi ini penonton jauh lebih hebat dari pemain sendiri.
Waktu terus berjalan. Sudah banyak peserta tereleminasi karena sudah jatuh bangun sebanyak tiga kali. Akhirnya tinggal enam tokek yang masih berjuang menuju puncak. Anehnya, penonton bukan memotivasi, malah sebaliknya meneriaki dengan kata-kata yang menciutkan hati para peserta. “Mana mungkin bisa mencapai puncak, sudah lah menyerah saja.” demikian rata-rata teriakan para penonton.
Ada juga yang meneriaki “Sudahlah turun saja, jangan gara-gara iming-iming rumah kau korbankan sesuatu yang tak mungkin.” Bahkan, ada tokek senior juga ikut-ikutan berkomentar sinis “Alah....buang-buang waktu saja, dulu saya saja gak berhasil.” ujarnya setengah berteriak.
Mendengar teriakan-teriakan yang bernada miring tersebut, satu persatu motivasi si tokek runtuh. Daya juang mereka semakin melorot. Dan akhirnya, satu persatu tereleminasi. Melihat kondisi demikian, penonton makin lantang berteriak. Tapi perlombaan belum selesai. Dari enam peserta, sebanyak lima tokek harus gugur.
Tinggal satu tokek yang masih memanjat dengan mantap. Melihat hal itu, penonton kembali bersorak dan mencemooh si tokek. ”Alah sok pahlawan, turun saja gak mungkin bisa kau bodoh.” teriak penonton saling bersahutan.
Namun, semua kata-kata penonton tidak digubris oleh si tokek. Dia tetap memanjat dengan tenang. Si tokek terus naik menuju puncak. Hingga para penonton terdiam melihat semangat dan ketenangan si tokek memanjat mencapai puncak. Terus memanjat dengan konstan hingga akhirnya mencapai puncak...!!
Spontan para penonton bersorak dengan gegap gempita melihat sesuatu yang dipandang tidak mungkin menjadi mungkin. Termasuk teman-temannya yang sudah tereleminasi terlebih dahulu ikut menangis haru. Setelah diturunkan dengan tali khusus, beberapa penonton dan petinggi negeri binatang berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan si tokek bisa mencapai puncak. Betapa kagetnya mereka, setelah diperiksa si tokek pemenang itu ternyata tidak bisa mendengar alias budek.
Cerita tersebut sebagai gambaran betapa pentingnya memiliki pola pikir positif. Mendengarkan kata-kata negatif hanya akan membuat diri kita terjerumus pada ketidak suksesan. Banyak orang-orang yang potensinya terbengkalai hanya karena gampang menerima pemikiran-pemikiran negatif dari orang lain. Padahal, orang yang mencomooh kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Saat ini bermunculan buku-buku motivasi. Para motivator sangat ditunggu-tunggu pemikirannya dalam memberikan pencerahan. Batam Pos sendiri setiap hari ada kolom oase. Para pembaca mulai menggemari karena isinya memotivasi.
Motivasi pada dasarnya adalah memberi kesadaran agar orang senang terhadap potensinya. Bukan memaksa orang dengan cara menggurui. Bukan pula memarahi atau menyinggung perasaannya. Lebih-lebih menyudutkan potensi orang lain. Oleh karena itu banyak orang menyukai sajian motivasi karena muncul kesadaran kalau dirinya memiliki potensi.
Lantas kenapa motivasi begitu dubutuhkan? Apakah orang-orang di zaman sekarang sudah kering dengan motivasi? Bisa jadi seperti itu alasannya. Tapi motivasi tidak akan kering. Karena sumbernya ada dalam diri kita. Sedangkan setiap orang pasti memiliki potensi.
Menggali potensi ibarat menggali sumur. Kalau menggalinya dangkal maka air tidak akan keluar. Begitu juga jika menggalinya setengah-setengah maka air yang keluar akan keruh. Namun, apabila menggalinya sampai dalam maka akan banyak menemukan sumber air. Terus mengalir makin dalam makin jernih.
Salah satu penyebab keringnya motivasi karena derasnya informasi negatif yang masuk ke dalam dirinya. Sehingga segala potensi yang dimiliki lambat laun melemah. Sifat manusia yang kerap mewarnai pergaulan adalah karena lebih senang menceritakan hal-hal negatif. Akibatnya, muncul rasa tidak percaya diri. Ini disebabkan karena mempersepsikan orang lain lebih hebat dibanding diri sendiri.
Pandangan-pandangan bernada negatif akan membuat nyali seseorang menciut. Sehingga dalam dirinya tertanam pola pikir pesimis. Apa-apa yang dikerjakan seolah-olah tidak akan membawa hasil.
Berbeda dengan orang yang selalu memiliki pola pikir positif, hidupnya selalu optimis. Setiap langkah yang dikerjakan adalah poin potensi diri. Tak ayal, tipe orang-orang seperti itu selalu dekat dengan keberhasilan.
Seberat apapun masalah dan tantangannya selalu disikapi optimis. Di situlah pentingnya trigger atau pemicu yang memberikan pencerahan. ”Kalau orang lain bisa kenapa saya tidak?” Para motivator sangat paham akan kebutuhan jiwa tersebut.
Kadang, ada orang yang bersikap manis dengan segala bentuk nasihat dan bujukan, tetapi niatnya justru menginginkan kita gagal, bahkan hancur!. “Sudahlah…kamu kan sudah bekerja keras, lebih baik menyerah saja saingannya berat.” begitu biasanya kalimat yang muncul. Atau kalimat lebih halus lagi “Saya senang kamu berhasil, tapi tidak perlu ngoyo memang apa sih yang kamu cari?”
Makanya, hati-hati terhadap segala rongrongan yang membentuk pola pikir kita menjadi negatif. Apalagi hidup di zaman sangat ketat dengan persaingan sekarang ini. Bisikan-bisikan yang menciutkan hati kita selalu terdengar.
Berbagai bisikan negatif bisa muncul dari penjuru mana pun. Bisa dari atasan, bawahan, teman, keluarga dan lain-lain. Apabila rongrongan datang semakin berat, bersikap tidak mendengar (istiqomah) dengan pola pikir positif sudah sebagai motivasi.
Dalam kehidupan pasti ada sisi negatif dan positif. Tetapi seharusnya cukup melihat yang negatif namun menekankan yang positif. Makanya, jangan heran apabila banyak orang-orang sukses karena tidak peduli dengan segala macam celotehan negatif. Mereka tetap istiqomah dengan pola pikir positifnya. Selalu berpandangan positif dalam melangkah.
Kebiasaan dan rasa senang mendengarkan isu-isu miring tidak akan membuat diri kita maju. Bahkan, perasaan minder dan tidak percaya diri akan menggerogoti diri kita. Lebih baik tutup telinga rapat-rapat dan melangkahlah dengan pola pikir seoptimis mungkin. Pasti berhasil....!!!
Selanjutnya......