Sabtu, 14 Maret 2009

Paradigma Ibnu Hajar dan Ponari

Batam Pos, Jum'at 13 Maret 2009

Oleh: Mahmud Syaltut Usfa S.Psi
(Psikolog dan Praktisi Pendidikan di Hang Nadim Malay School Batam)

Antara Ibnu Hajar dan Ponari sama sekali tidak ada hubungan darah. Bahkan. Keduanya dipisahkan oleh tatanan sosial budaya dan waktu yang sangat jauh. Namun, mereka sama-sama mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dari batu.

Nasib keduanya berubah karena paradigma terhadap batu. Ibnu hajar mendapat motivasi yang luar biasa karena melihat fenomena batu. Sedangkan Ponari, terpola sugesti mistisnya setelah mendapat batu pada pertengahan Bulan Januari 2009 yang diyakini ajaib.

Mari kita sedikit bedah kisah keduanya. Ibnu Hajar Al-’Asqalani, lahir di Mesir tahun 909 H. dan wafat di Mekkah tahun 974H. Ketika masih belajar kepada seorang guru, dia dianggap nalarnya tidak bisa mengikuti pelajaran. Maka oleh Dewan Guru dikeluarkan dari sekolah.

Ditengah kesedihan, ketika ‘Asqalani sedang berjalan, ia melihat air yang menetes ke atas sebuah batu. Tetesan air yang sekali-sekali itu ternyata bisa membuat permukaan batu itu menjadi cekung dibuatnya. Ibnu Hajar berkata kepada dirinya sendiri “Batu saja bisa berlubang karena ditetesi air setiap hari. Berarti otak/kepala saya bisa juga kalau dimasuki ilmu setiap hari“.

Dia pun segera menemui gurunya dan menjelaskan peristiwa yang baru dilihatnya itu. Singkatnya, si Guru berkenan untuk menerimanya sebagai murid. Dengan semangat itu, As Qalani belajar terus dengan sabar dan kemauan yang kuat.

Sejarah mencatat berkat kemauan belajarnya yang membaja ia berhasil menjadi seorang ulama besar yang amat disegani pada zamannya. Ibnu Hajar yang bermakna “batu” di depan namanya, merupakan kenang-kenangan yang diperolehnya. Dan sekarang banyak dikenal orang sebagai Imam dan Ulama’ Ahlussunnah yang mensyarahkan Shohih Bukhori dengan Kitab Fatul Bari’nya.

Lain halnya dengan Ponari, saat ini namanya menjadi fenomena besar di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Bukan sekadar fenomena mistik. Tetapi sudah merembet kepada persoalan realitas sosial masyarakat miskin, pelayanan kesehatan, rendahnya pendidikan, serta kaitan mata rantai budaya.

Lantas, apa sebenarnya batu ajaib milik Ponari dukun cilik asal Megaluh Jombang sehingga menggegerkan Jawa Timur itu?

Sebagaimana diberitakan di berbagai media, kisah penemuan batu sebesar kepalan tangan anak-anak berwarna coklat kemerahan itu cukup dramatis dan bernuansa mistis. Dari cerita Ponari, batu itu ditemukan secara tidak sengaja. Yakni saat hujan deras mengguyur desanya.

Sebagaimana bocah-bocah seusianya, Ponari bermain-main di bawah guyuran hujan lebat yang sesekali diiringi suara geledek. Pada saat itu, lanjut Ponari, bersamaan suara petir yang menggelegar, kepalanya seperti dilempar benda keras.

Sejurus kemudian, Ponari merasakan hawa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Bersamaan itu, Ponari merasakan ada batu berada di bawah kakinya. Batu tersebut mengeluarkan sinar warna merah. Karena penasaran, batu itu dibawa pulang dan diletakkan di meja.

Menurut Ponari, batu ajaib itu ditunggu dua makhluk gaib, laki-laki dan perempuan bernama Rono dan Rani. Dua makhluk gaib itulah yang selama ini memberikan amanat kepada Ponari untuk menolong orang sakit melalui batu yang ditemukannya.

Dari pengalaman keduanya, ada hal penting yang menarik dikaji. Walau sama-sama belajar dari batu. Namun, tetap ada perbedaan mencolok, yaitu antara kekuatan motivasi (Ibnu Hajar) dan kekuatan sugesti. (Ponari).

Ibnu Hajar telah mendapatkan motivasi luar biasa setelah melihat fenomena batu. Motivasi merupakan energi positif yang terus bergerak dinamis dalam diri seseorang. Bukan bersifat insidential, prematur, instan, apalagi mistis. Tetapi terus berproses jangka panjang hingga menjadi kekuatan besar untuk melakukan perubahan.

Sehingga hasil yang didapat akan abadi dan terus melekat sepanjang hidupnya. Dalam motivasi biasanya muncul inferiority. Yaitu menantang dirinya untuk maju, membentuk kembali, atau bahkan mengubah hidupnya. Juga disertai trigger (pemicu) yang memberikan pencerahan. Misalnya memiliki keyakinan “Kalau orang lain bisa kenapa saya tidak!.” Dan pola pikir tersebut terus terpatri dalam dirinya. Makanya motivasi tidak mudah goyah, sebab di dalamnya tidak kropos.

Karena kekuatan motivasi itu pula, bagaimana seorang Ibnu Hajar yang oleh gurunya dinilai sebagai anak yang bodoh bisa menjelma menjadi ulama besar.

Nama Ibnu Hajar Al-Atsqolani adalah seorang ulama besar di abad sembilan, pakar hadits dan fikih. Pemimpin para penghafal di jamannya, ulama hebat di Mesir dan bahkan di seluruh dunia.

Kitab-kitab karangan beliau banyak sekali, diantaranya: Kitab Tuhfatul Muhtaj al Syarhil Minhaj (10 jilid besar), sebuah kitab fiqih dalam Madzhab Syafi’i yang sampai saat ini dipakai dalam sekolah-sekolah Tinggi Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Luar biasa “si anak batu” ini !!

Lain halnya dengan Ponari. Fenomena yang terjadi pada dirinya sebagai kekuatan sugesti disebabkan kepercayaan pada mistis melalui batu. Ponari begitu yakin kalau batu yang diperolehnya memiliki kesaktian. Batu telah mensugesti pola pikirnya. Hingga akhirnya kekuatan sugesti betul-betul mengalir dan masuk ke jiwa masyarakat.

Mereka berbondong-bondong “tersihir” cerita dari mulut ke mulut dan pemberitaan di media secara besar-besaran. Kenapa sampai begitu besar kekuatan sugesti? Analogi yang sangat sederhana, karena ketika sakit yang diharapkan hanya kesembuhan. Tak peduli apakah itu mistis, tahayul, atau hanya sugesti belaka, yang penting sembuh! Karena beberapa orang sudah membuktikan, maka yang lain pasti ikut.

Namun, sugesti yang terjadi pada Ponari sangat begitu rapuh. Keyakinan secara instant seperti itu tidak akan berlangsung lama. Apalagi kalau sampai batu yang dipegangya dipandang tidak manjur lagi. Maka segala kekuatan mistis yang merasuk pada dirinya akan rontok secara otomatis. Sugesti juga akan pudar seiring terkikisnya kepercayaan. Hal ini terjadi, karena sugesti Ponari tidak memiliki fondasi trigger yang kokoh layaknya motivasi Ibnu Hajar.

Lihat saja akhir-akhir ini. Banyak pasien Ponari merasa kecewa karena airnya tidak mampu menyembuhkan penyakitnya. Akibatnya, mereka datang ke dukun lain yang diinilai memiliki batu lebih sakti lagi. Fenomena Ponari hanya akan menjadi cerita. Tidak akan meninggalkan jejak ilmiah apa-apa. Bahkan, bukan tidak mungkin pada suatu saat akan muncul cemoohan dari masyarakat yang merasa dibodohi.

Saat ini masyarakat Jawa Timur dan di Indonesia umumnya sedang belajar dari batu. Entah siapa lagi yang akan mendapat ”batu ajaib”. Bisa saja saya atau Anda akan memperoleh batu bertuah. Asal kekuatan sugesti mampu menembus keyakinan kita, kenapa tidak?!

Kita berharap masyarakat dan pemeritah bisa belajar dari batu Ponari. Sehingga batu si dukun cilik tersebut tidak sekadar menjadi sugesti belaka. Tetapi juga menjadi motivasi bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah lebih baik lagi. Baik perubahan pada peningkatan pendidikan, peningkatan kesehatan, serta pola pikir ke depan.





Tidak ada komentar: