Kamis, 11 Juni 2009

Bahasa Gaul, Budaya Gaul, Bangsa Gelo

Batam Pos, Minggu 7 Juni 2009

Oleh: Mahmud Syaltut Usfa
(Penulis dan Praktisi Pendidikan di Hang Nadim Malay School)

Tidak berlebihan apabila bahasa Indonesia sekarang dinilai sedang terkoyak-koyak. Munculnya bahasa gaul membuat ejaan bahasa Indonesia “kocar-kacir” tak beraturan. Lebih prihatin lagi, tidak hanya bahasa lisan yang morat-marit tapi juga bahasa tulisan. Bahasa-bahasa iklan yang terpampang di baliho-baliho besar sudah semakin salah kaprah penulisannya. Begitu juga yang dipublikasikan di telivisi, semakin menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia.

Redupnya penggunaan tata bagasa Indonesi yang benar justru diikuti maraknya bahasa gaul. Yang lebih memprihatinkan, bahasa gaul diangkat ke dalam bahasa tulisan. Kondisi ini tentu membuat bahasa kita terkontaminasi. Akibatnya, eksistensi bahasa sebagai bagian dari budaya malah terkikis.

Munculnya bahasa gaul disebabkan beberapa faktor. Diantaranya, dipandang komunikatif. Bahasa gaul gampang menyebar melalui media, khususnya radio dan televisi. Bahasanya gampang dicerna dan tidak ribet (bertele-tele). Faktor lainnya karena trend. Anak muda yang menjadi sasaran. Penyebarannya bisa merambah mulai anak SD hingga Orangtua.

Wabah bahasa gaul sendiri memang lebih cendrung ”menyerang” kaum remaja. Mengapa? Secara psikologi memang berkaitan dengan perkembangan kognitif.

Menurut Piaget (ahli psikologi kognitif), remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Piaget menyatakan bahwa tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia.

Pada tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Kosa kata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks.

Sangat bisa dipahami. Sebab kalau dilihat dari perkembangan, bahasa gaul ini berkembang seiring dengan situasi zaman. Sebenarnya sejak tahun 70-an sudah muncul bahasa gaul. Tapi tahapannya hanya sekadar istilah untuk merahasiakan. Misalnya dengan menggunakan kosa kata terbalik. Awalnya sebatas terjalin dalam komunitas tertentu saja. Tapi karena sering juga digunakan di luar komunitasnya, lama-lama istilah-istilah tersebut jadi bahasa sehari-hari.

Dilihat dari sejarahnya, bahasa gaul ini sendiri berasal dari kaum waria dan anak-anak jalanan. Masih ingat bahasa prokem? Bahasa prokem sangat trend di kalangan anak muda tahun 70 dan 80-an. Salah satu bahasa prokem (okem) yang masih terdengar sampai sekarang adalah ”bokap”. Nah, bahasa prokem ini muncul dari kalangan preman jalanan.

Mari kita lihat sejarah kata-kata gaul secara singkat. Pada tahun 1980-an muncul istilah yang sangat populer, yaitu ”Nih Yee...” ucapan ini sangat merata di seantero negeri. Kemudian muncul istilah "Memble dan Kece"Ini adalah ciptaan khas Jaja Mihardja, di tahun1986. Selanjutnya "Booo........" Ini ucapan populer di pertengahan awal 90-an, pertama dipopulerkan oleh grup GSP.

Setelah kata-kata Boo... tak lama kemudian muncul kata-kata ”Nek...” bagi generasi yang SMA-nya di pertengahan 90-an. Setelah itu muncul lagi "Jayus" Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan Jayus sangat populer, kata ini artinya lawakan yang nggak lucu. Juga sempat populer istilah "Jaim" Ucapan Jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk menjaga tingkah laku.

Bagaiman dengan "Gitu Loooooooooohhh........(GL)" Kata GL pertama kali diucapin oleh Gina Natasha seorang remaja SMP di kawasan Kebayoran.

Disamping merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Menurut Erikson (Psikolog, 1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role confusion. Hal yang dominant terjadi pada tahapan ini adalah pencarian dan pembentukan identitas.

Remaja ingin diakui sebagai individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak.

Bahasa gaul sangat unik, nyentrik dan parktis. Beberapa perkataan disingkat menjadi akronim. Atau beberapa perkataan digambungkan menjadi bahasa baru. Misalnya singkatan seorang nama SBY, JK dll. Bahkan, pasangan Capres dan Cawapres saat ini juga “dipaksakan” menggunakan kata gaul agar lebih populer.

Hanya selanjutnya adalah pentingnya pengawalan terhadap bahasa Indonesia. Jangan sampai eksistensi bahasa Indoensia buram. Sudah seharusnya dalam bahasa resmi, atau di media lebih kritis menjaga tata bahasa yang benar. Bahasa gaul hanya ada sebatas musiman. Walau tidak semua penggunaannya merusak khazanah bahasa Indonesia dan bahasa Melayu, bahasa gaul sangat perlu pengawalan jika digunakan secara formal.

Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi belaka. Melainkan juga berisi nilai-nilai etika yang lahir dari budaya. Apabila bahasa gaul lepas dari pengawalan, konsekwensinya adalah terkikisnya etika. Kita adalah bangsa timur yang menjunjung tinggi moralitas. Dengan bahasa kita bisa memiliki etika. Cara berbahasa akan berpengaruh pada sikap, perilaku serta bertatakrama.

Lahirnya bahasa Indonesia sendiri melalui perjalanan sejarah. Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Apabila bahasa Indonesia makin tidak terjaga, taruhannya adalah jati diri bangsa.





Tidak ada komentar: