Senin, 08 Juni 2009

Sudah Cukupkah Usia Anak Anda Masuk SD?

Batam Pos, Senin, 08 Juni 2009

Oleh: Mahmud Syaltut Usfa S.Psi
Psikolog dan Praktisi Pendidikan di Hang Nadim Malay School Batam)

Tahun ajaran baru sudah semakin dekat. Para orang tua yang anaknya lulus Taman Kanak-Kanak (TK) sudah sibuk mendaftar. Namun, juga banyak orang tua yang bingung menentukan sekolah. Sudah pasti, sekolah-sekolah negeri menjadi incaran. Banyak alasan yang dikemukakan, salah satunya karena biaya.

Hanya saja, kendalanya di usia. Karena SD negeri sudah mematok usia 7 tahun. Saat ini para orangtua sudah harus dipusingkan dengan hitung-hitungan usia anaknya. Jika di Bulan Juni nanti usianya 6,2 tahun belum cukup umur sekolah di negeri. Tapi menunggu tahun depan sudah memasuki usia 7 tahun lebih. Rasanya para orangtua tidak rela anaknya masuk SD usianya lebih, walau hanya dua bulan.

Bahkan, tidak sedikit para orangtua yang mensekolahkan anaknya di bawah usia 6 tahun. Incarannya pasti sekolah swasta. Ada juga yang terpaksa akal-akalan, tahun pertama sekolah di swasta, begitu naik kelas dipindahklan ke sekolah negeri. ”Anak saya kan sudah bisa berhitung, membaca, menulis bahkan komputer, kenapa harus menunggu usia 7 tahun?” Seperti itu rata-rata alasan yang dikemukakan para orangtua. Atau dengan alasan anaknya sudah bosan sekolah di TK.

Analogi seperti itu sebaiknya dipertimbangkan lagi. Karena penentuan usia ini bukan terkait kemampuan anak begitu saja. Yang lebih penting adalah usia kesiapan mental. Anak-anak TK sekarang sudah pandai macam-macam karena akibat perkembangan informasi dan kemajuan teknologi. Tetapi usia mental tetap harus berjalan sesuai dengan usianya. Dan tugas-tugas perkembangan anak harus dituntaskan. Apabila mentalnya dibonsai maka anak akan mengalami kejenuhan.

Sering ditemui perbincangan antar orangtua yang bangga karena anaknya sekolah SD di bawah usia 7 tahun. Bahkan lebih muda usia masuk sekolah merasa lebih bangga diceritakan. ”Wah kalau anak saya ini usianya baru 6 tahun kurang lho masuk SD.”

Tahan dulu berbangga diri, justru harus lebih kritis menyikapi perkembangan anak. Karena anak yang sekolah SD saat usia belum matang rentan mucul kejenuhan. Prestasi anak yang sebelumnya tinggi akan gampang jatuh, bahkan anak gampang drop.

Seorang anak siap secara fisik dan mental menerima pelajaran secara formal dimulai di usia 7 tahun, paling awal 6 tahun. Bisa jadi seorang anak secara kognitif sudah ”pandai” tapi belum tentu secara mental siap untuk sekolah.

Bila anak dipaksakan sekolah sebelum umurnya, yang terjadi adalah pada umur di atas 10 tahun. Di usia ini dimana seorang anak mulai mencari jati diri bisa mengalami semacam kebosanan. Dan bila ini terjadi, maka si anak bisa jadi malah malas belajar. Fatalnya adalah hal ini sama sekali tidak terlihat di awal dia sekolah. Bisa jadi tahun pertama bersekolah anak baik-baik aja, tapi setelah 5 tahun bersekolah tahu-tahu si anak mulai berulah, malas sekolah.

Kondisi ini sangat lumrah terjadi, karena tidak terjadinya keseimbangan mental dengan tugas-tugas sekolah formal yang sudah ditentukan oleh kurikulum. Satu sisi anak harus menuntaskan tugas-tugas perkembangan usia dini, tapi di sisi lain sudah dijejali dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berhubungan dengan mata pelajaran.

Anak usia TK masih berada pada fease trozalter. Artinya, mental anak masih sebagai ”raja kecil” di rumah. Kondisi seperti itu yang mempengaruhi emosi anak, sehingga masih terbawa ke sekolah. Akibatnya, tidak hanya teman-temannya yang merasa terganggu tetapi juga merepotkan guru.

Dalam pengendalian emosi, sikap anak akan cenderung semaunya. Misalnya, menangis hanya gara-gara rebutan penghapus dengan temannya, mengompol, main-main di kelas, berbicara sendiri ketika guru mengajar, konsentrasinya tidak fokus. Di sinilah guru harus lebih terampil dan sabar. Atau harus berperan ganda memposisikan sebagai guru TK dan SD. Sulit memang, karena satu sisi guru harus konsentrasi mencapai target sesuai dengan kurikulum.

Anak yang masih berada pada usia prasekolah umumnya aktif. Mereka sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Sedang ciri secara emosional cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. Selain itu gampang muncul iri hati, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.

Sedangkan ciri kognitif umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, anak butuh diberi kesempatan untuk berbicara. Guru dalam berkomunikasi dengan anak, harus dilakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

Bandingkan dengan kondisi psikologis anak usia SD ( 7 tahun). Anak usia ini berada pada tahapan operasi konkret. Pada usia ini anak betul-betul sudah memasuki usia kesiapan mental dari sisi emosional, kognitif dan motoriknya. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa.

Secara umum tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung. Anak sudah sangat siap menerima metode pembalajaran sesuai kurikulum SD. Guru juga tidak mengalami kesulitan dalam menerapkan pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik.

Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orangtua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah.

Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

Mudah-mudahan tulisan ini menjadi referensi serta pertimbangan ketika mengambil keputusan. Apabila usianya masih kurang, pertimbangkan lagi mau terus atau menunda tahun depan. ***



1 komentar:

Tian mengatakan...

alhamdulillah semakin yakin memasukkan Marwah ke SD dalam usia 7 tahun