(Catatan lepas Mahmud Syaltut Usfa)
Seorang laki-laki yang hidup dalam taraf ekonomi dan pendidikan kelas bawah nekat berpoligami. Istri pertamanya bernama Sapnah, sedang istri terbarunya bernama Hasanah.
Semenjak menikah lagi dengan Hasanah membuat hati Sapnah uring-uringan. Hatinya selalu terbakar dengan rasa cemburu. Setiap hari pembawaannya cemberut terus. Wajahnyapun kelihatan kusut akibat rasa cemburu bercampur tidak rela suaminya nikah lagi.
Sapnah memang berpendidikan rendah tidak tamat SD. Tidak hanya dalam pengetahuan umum saja dia sangat minim, tapi juga dalam ilmu agama. Bisa dikatakan dia itu wanita yang oon. Walaupun bisa mengerjakan shalat tapi do’a-do’a shalat banyak yang belum hafal. Dalam mengerjakan shalatpun hanya semaunya saja kalau lagi mood.
Berbeda dengan Hasanah, istri keduanya ini tergolong berpendidikan menengah. Pengetahuan agamanya juga lumayan. Shalatnya selalu dijaga. Walau tidak termasuk wanita yang alim, tapi selalu mengajak suaminya shalat berjamaah.
Karena lama-lama tak kuat menahan perasaan. Akhirnya Sapnah menyampaikan uneg-unegnya pada suaminya. ”Kenapa sih abang sangat sayang sama si Hasanah?” tanyanya dengan nada ketus. ”Kan dia istri abang juga wajar kan kalau harus disayang.” jawab suaminya enteng.
Tapi Sapnah masih tidak puas dan terus mencerca dengan pertanyaan nada sinis. ”Tapi abang rasa sayangnya berlebihan, apa karena si Hasanah cantik, masih muda jadi abang tidak suka lagi sama saya ya...?” katanya dengan suara yang sangat tidak enak didengar.
Dengan sedikit bijak, suaminya menjawab ”Bukan karena itu, yang abang suka sama Hasanah cuma satu saja, dia orangnya selalu mengajak abang shalat berjamaah.” sahutnya sambil menatap Sapnah. ”Ooo... cuma itu saja bang, kalau cuma itu saya juga bisa mengajak abang shalat berjamaah, mulai sekarang kita shalat berjamaah.” ujarnya masih dengan nada ketus.
Sapnah menepati janjinya. Saat waktu shalat tiba ketiganya melaksanakan shalat berjamaah. Mungkin dalam seumur hidup, ini merupakan shalat jamaah pertama bagi Sapnah.
Ketiganya shalat begitu khusuk. Usai shalat mereka zikir. Sebagai imam si suami membacanya dengan keras. Do’a yang dibaca juga cukup keras agar diamini kedua istrinya. Tibalah si suami membaca do’a penutup ”Rabbana atina fiddunya Hasanah wafil akhirati Hasanah wakina adzabannar”.
Mendengar do’a seperti itu Sapnah naik darah, dengan wajah kusut ditekuk dan memerah. Langsung mendamprat dengan nada melengking. ”Abang ini betul-betul keterlaluan, sudah gak sayang lagi sama saya ya, yang dido’akan si Hasanah terus, sampai-sampai namanya disebut dua kali dalam do’a Hasanah....Hasanah....” hardiknya sambil sedikit menangis.
Suaminya sedikit bingung dan berpikir sejenak. Setelah agak tenang suaminya berkata sama Sapnah. ”Baiklah abang akan berdo’a lagi”. Ucapnya. Akhirnya do’a-nya diulang dengan suara yang keras. ”Rabbana atina fiddunya Hasanah wafil akhirati Sapnah wakina adzabannar”. Mendengar namanya disebut dalam do’a hati Sapnah langsung tenang dan berkata ”Nah gitu bang kalau berpoligami itu harus adil.” ucapnya dengan perasaan legah.
(21 Jan 2009)
Sekolah rega
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar