Jumat, 22 Januari 2010

Imam Syafii, Guru dan Ayam

(Catatan Lepas Mahmud Syaltut Usfa)

Menjadi guru memang harus siap dinilai. Baik oleh siswa-siswinya maupun oleh orangtua mereka. Tidak hanya pintarnya, namun juga sikap ketika mengajar. Banyak teori dikemukakan para ahli pendidikan maupun psikologi agar bisa menjadi guru hebat. Tentunya teori mereka sangat dahsyat. Namun, tahukah Anda kalau ingin menjadi guru hebat kuncinya sederhana, yaitu harus ihlas, jujur atau tidak akal-akalan memberi ilmu ke siswanya.

Apabila Anda mampu menerapkanya, dijamin akan disayang dan dikagumi murid-muridnya. Tapi sebaliknya, sehebat apapun ilmu yang Anda miliki namun tidak mampu menerapkannya, siap-siaplah ditinggal murid-muridnya.

Pernah dikisahkan, pada suatu hari Imam Syafii mencari seorang guru yang sangat termasyhur ilmunya. Saking hebatnya, Imam Syafii sampai begitu penasaran ingin menuntut ilmu kepadanya. Berangkatlah dia menuju rumah sang guru.

Ketika sudah sampai di kampung guru tersebut dia bertanya kepada penduduk setempat. “Di mana rumah guru yang sangat terkenal itu? Saya mau berguru padanya.” Tanya Imam Syafii kepada salah seorang penduduk. “O…di sana, terus saja jalan lurus tak jauh dari sini rumahnya akan kelihatan.”jawab orang itu sambil menunjukkan arah jalan dengan tangannya.

Imam Syafii langsung bergegas mengikuti arah yang ditunjuk. Benar, dari jauh dia melihat sang guru sedang memberi makan ayam. Namun, ada yang janggal sehingga membuat Imam Syafii menghentikan langkahnya. Dia terus memperhatikan sang guru saat memberi makan ayam dengan seksama dari jarak jauh. Sang guru tersebut terus memberi makan ayam-ayamnya, kemudian begitu ayam-ayam itu makan langsung ditangkap.

Melihat kejadian itu Imam Syafii jadi berpikir “Guru itu tidak ihlas dan akal-akalan memberi makan ayam-ayamnya. Kalau mau ditangkap kenapa tidak langsung saja, kenapa harus pura-pura memberi makan. Kalau dia tidak jujur kapada ayam-ayamnya, jangan-jangan nanti dia juga akal-akalan memberi ilmu ke saya. Lebih baik batal saja menuntut ilmu ke dia.” Begitu yang ada dalam pikiran Imam Syafii sambil melangkahkan kakinya pulang.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberi hikmah kepada para pendidik. Saat memberi ilmu berikanlah dengan jujur. Berilah sentuhan dengan jujur, karena sentuhan yang jujur akan mampu masuk ke dalam hati nurani anak didik kita. ***







Tidak ada komentar: