Sabtu, 23 Januari 2010

SAMA-SAMA SENANG

Catatan Lepas Mahmud Syaltut Usfa)

Dalam kehidupan ini selalu diciptakan berpasang-pasangan. Ada siang-malam, suka-benci, mulia-hina, dan seterusnya. Ada orang yang melakukan perbuatan bertentangan tapi keduanya dinilai sama-sama menyenangkan. Misalnya, ada orang merasa sanang karena menikah, tapi juga ada yang merasa senang karena bercerai. Merasa senang karena keluar dari tempat kerja lama, tapi merasa senang diterima di tempat kerja baru. Ada juga yang merasa senang mendapat pacar baru, tapi juga merasa senang putus dengan pacar lamanya. Banyak contoh-contoh lain seperti di atas.

Tentu saja perasaan senang yang dimaksud adalah secara permukaannya. Bukan berkaitan dengan suasana hati atau keihlasan menerima situasi keduanya. Kalau urusan hati sangat subjektif tidak mudah dijabarkan atau dinilai.

Seperti yang dialami oleh saya. Pada Hari Kamis, 21 Januari 2010, ada seorang ibu berkonsultasi tentang anaknya yang masih duduk di kelas I SD. Sebelumnya juga sering konsultasi, tapi saat itu merasa senang karena anaknya sudah mengalami perubahan. Termasuk tetangga-tetangganya juga menilai positif perubahan anaknya. Dia bilang kalau sekarang sudah tenang termasuk menjalankan bisnisnya.

Selesai konsultasi, dia pulang tapi tak lama kemudian pembantunya menemui saya dan menyodorkan amplop (duit). “Pak, ini dari ibu.” Ujarnya sambil tersenyum. “Gak usah, sampaikan ke ibu, saya mengucapkan terima kasih.” Jawab saya dengan suara pelan. Perasaan saya ketika itu sangat senang karena bisa membantu orang tanpa mengharap materi.

Kemudian besoknya, pada Hari Jum’at, 22 Januari 2010, ada seorang bapak datang ke tempat kerja saya. Dia minta tolong karena motornya lagi mogok dan harus dibawa ke bengkel. Tapi, persoalannya dia tidak punya uang. “Saya hanya bawa uang Rp. 3000 pak, pinjam dulu sekitar bulan depan saya bayar.” Ujarnya dengan nada memohon. “Bapak butuh uang berapa?” tanyaku. Dia bilang butuh Rp. 50.000. “Maaf pak, saya hanya bisa membantu Rp. 20.000, ambil saja gak usah pinjam.” Jawab saya sambil menyodorkan uang. Ketika itu saya memang lagi pas-pasan bawa duit karena ada kebutuhan lain untuk membayar ongkos jahit pakaian.

Kedua sikap yang saya lakukan sama-sama menyenangkan walau keduanya bertentangan. Sikap yang satu menolak tapi sikap satunya memberi. Tapi, apakah saya ihlas? Insya Allah, tapi yang pasti saya sudah melakukan dua sikap bertentangan dengan satu tujun “Merasa Senang”. ***









Tidak ada komentar: