Risalah Filsafat Lewat Puisi:
Mahmud Syaltut Usfa
"Berjalanlah lurus di atas eksistensi nurani agar keluhuran cinta tetap putih dalam dekapan kodrati.
Logika terkadang hanya mampu berjalan pada kesetiaan 'ada' yang hampir dipunahkan oleh 'ketiadaan' itu sendiri.
Sementara kesucian kodrat selalu ingin berjalan seiring dengan kehendak budi.
Budi selalu setia mengiringi kebenaran walau terkadang ada kehendak yang memburamkan makna kesucian akal, dengan membiaskan pada kebaikan.
Padahal, cinta adalah soal kebenaran hati bukan sekedar bersandar pada kebaikan.
Karena kebaikan terkadang harus berbaur pada kepongahan nafsu yang mengatasnamakan keluhuran akal.
Hakekat akal yang hakiki selalu menjelma dalam istiqamah nurani dan kalam ilahiyah.
Yang mestinya kebenaran cinta tidak bisa dimuslihatkan dan dizalimi oleh kehendak yang mengatasnamakan kebaiakan.
Terlebih kebaikan cinta dunawiyah yang tertatih-tatih berjalan menuju kesemuan.
Karena cinta sejati akan melebur dengan ketidakjujuran hati yang lambat laun akan menghilangkan eksistensi cinta suci..."
"...Kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang".
"...Aku pernah sendirian di mata dunia, terasa hanya sedetik bersama mengayuh cinta, tapi rupanya cinta kekasih tidak abadi...kini jasadku merasa sendiri, tapi kalbuku dipenuhi cinta yang tiada tara....Aku tidak merasa sendiri karena kekasihku adalah ketenangan dan bidadariku adalah kedamaian..".
"Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan...".
"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan".
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada...".
"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" .
"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya".
"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku... sebengis kematian... Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara..., di dalam pikiran malam. Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekecup ciuman".
"Tidak sedikitpun mata kalbuku berpaling dari tatapanmu, walaupun kalimatmu telah mengusir kesetiaan hatiku, sebaiknya engkau tidak perlu tahu bagaimana tetes demi tetes air mata mengalir hanya karena sayang, padahal setiap saat aku bersimpuh menatap mata Tuhan agar tanganNya sejenak merangkul mata batinmu..."
"Aku tidak pernah merasa sakit sekalipun lirikan lidahmu menampar mata batinku, perjalanan masih jauh menempuh lidah langit, aku hanya berjalan di atas hembusan takdir, tak perlu kau memahami langkah hatiku...percuma saja karena tidak akan mengerti sekalipun seribu malaikat menjelaskan dari ujung malam ke ujung malam..."
"Tuhan....aku malas menyanjungMu, bayangan bidadari fana selalu menghalangi pandangan hati saat akan memujuiMu, bebaskanlah hati dari fatamorgana duniawi agar naluriku bisa khusuk menyanjung keagunganMu.."
"Aku tidak membutuhkan kekasih yang hadir setiap saat bersama jasadku, pertemuan kedua tubuh hanyalah fitnah yang menghinakan kehormatan fitrahku, aku menikmati tatapanMu walaupun tidak tersentuh oleh akal namun kasih sayangMu menyentuh pori-pori kalbuku.."
"Sandarkan tubuhmu di pundakku, akan aku ceritakan bagaimana pengalaman terindah selama hidupku, serta akan aku ceritakan pengalaman terpahit dalam hidupku, karena dalam kedua cerita tersebut ada nafasmu yang memberi warna selama aku menjalaninya hingga mata batinku terpejam tak sanggup menatapnya lagi..."
"Terima kasih tuhan yang telah menyadarkan tidurku, aku sangat menyadari betapa tipisnya perbedaan Engkau dengan diriku, Engkau maha tahu sedangkan aku merasa tahu...sehingga terlalu congkak memaknakan garis takdir.."
"Maafkan....rupanya diriku telah terlena menyuruhMu atas segala permintaanku, dengan atas nama doa tanpa disadari menjeremuskan ketauhidanku, betapa asyiknya di setiap ujung malam memerintahMu agar mematuhi harapanku, aku malu menundukkan kepala meminta atas nama doa.."
"Sudah kutunjukkan keihlasan hati ini memuji pribadimu walau jasad kita terpisah dari ujung bumi ke ujung bumi. Akut tidak mampu menatap wajah molekmu setiap saat, namun kasih sayangku begitu ihlas sampai tidak tersentuh debu, sebagaimana aku memuji tuhan yang tak tampak dalam pandangan tetapi bisa ihlas sekalipun pintu neraka terbuka untukku,"
"Tertawalah terus kalau jiwamu masih merasakan kebahagiaan sampai nafasmu tak mampu menahan kesaksian tubuhmu, biarlah kupaksakan tersenyum sambil mengobati hatiku yang terus merasa teriris-iris. Kebahagiaanmu hanya mampu bersanding di ujung lidah.... karena jiwamu terlena dan terus diselimuti kezaliman, biarlah aku rangkul sisa-sisa kemuliaanmu sambil batinku terus membersihkan luka yang masih memerah.."
Mahmud Syaltut Usfa
"Berjalanlah lurus di atas eksistensi nurani agar keluhuran cinta tetap putih dalam dekapan kodrati.
Logika terkadang hanya mampu berjalan pada kesetiaan 'ada' yang hampir dipunahkan oleh 'ketiadaan' itu sendiri.
Sementara kesucian kodrat selalu ingin berjalan seiring dengan kehendak budi.
Budi selalu setia mengiringi kebenaran walau terkadang ada kehendak yang memburamkan makna kesucian akal, dengan membiaskan pada kebaikan.
Padahal, cinta adalah soal kebenaran hati bukan sekedar bersandar pada kebaikan.
Karena kebaikan terkadang harus berbaur pada kepongahan nafsu yang mengatasnamakan keluhuran akal.
Hakekat akal yang hakiki selalu menjelma dalam istiqamah nurani dan kalam ilahiyah.
Yang mestinya kebenaran cinta tidak bisa dimuslihatkan dan dizalimi oleh kehendak yang mengatasnamakan kebaiakan.
Terlebih kebaikan cinta dunawiyah yang tertatih-tatih berjalan menuju kesemuan.
Karena cinta sejati akan melebur dengan ketidakjujuran hati yang lambat laun akan menghilangkan eksistensi cinta suci..."
"...Kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang".
"...Aku pernah sendirian di mata dunia, terasa hanya sedetik bersama mengayuh cinta, tapi rupanya cinta kekasih tidak abadi...kini jasadku merasa sendiri, tapi kalbuku dipenuhi cinta yang tiada tara....Aku tidak merasa sendiri karena kekasihku adalah ketenangan dan bidadariku adalah kedamaian..".
"Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan...".
"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan".
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada...".
"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" .
"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya".
"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku... sebengis kematian... Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara..., di dalam pikiran malam. Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekecup ciuman".
"Tidak sedikitpun mata kalbuku berpaling dari tatapanmu, walaupun kalimatmu telah mengusir kesetiaan hatiku, sebaiknya engkau tidak perlu tahu bagaimana tetes demi tetes air mata mengalir hanya karena sayang, padahal setiap saat aku bersimpuh menatap mata Tuhan agar tanganNya sejenak merangkul mata batinmu..."
"Aku tidak pernah merasa sakit sekalipun lirikan lidahmu menampar mata batinku, perjalanan masih jauh menempuh lidah langit, aku hanya berjalan di atas hembusan takdir, tak perlu kau memahami langkah hatiku...percuma saja karena tidak akan mengerti sekalipun seribu malaikat menjelaskan dari ujung malam ke ujung malam..."
"Tuhan....aku malas menyanjungMu, bayangan bidadari fana selalu menghalangi pandangan hati saat akan memujuiMu, bebaskanlah hati dari fatamorgana duniawi agar naluriku bisa khusuk menyanjung keagunganMu.."
"Aku tidak membutuhkan kekasih yang hadir setiap saat bersama jasadku, pertemuan kedua tubuh hanyalah fitnah yang menghinakan kehormatan fitrahku, aku menikmati tatapanMu walaupun tidak tersentuh oleh akal namun kasih sayangMu menyentuh pori-pori kalbuku.."
"Sandarkan tubuhmu di pundakku, akan aku ceritakan bagaimana pengalaman terindah selama hidupku, serta akan aku ceritakan pengalaman terpahit dalam hidupku, karena dalam kedua cerita tersebut ada nafasmu yang memberi warna selama aku menjalaninya hingga mata batinku terpejam tak sanggup menatapnya lagi..."
"Terima kasih tuhan yang telah menyadarkan tidurku, aku sangat menyadari betapa tipisnya perbedaan Engkau dengan diriku, Engkau maha tahu sedangkan aku merasa tahu...sehingga terlalu congkak memaknakan garis takdir.."
"Maafkan....rupanya diriku telah terlena menyuruhMu atas segala permintaanku, dengan atas nama doa tanpa disadari menjeremuskan ketauhidanku, betapa asyiknya di setiap ujung malam memerintahMu agar mematuhi harapanku, aku malu menundukkan kepala meminta atas nama doa.."
"Sudah kutunjukkan keihlasan hati ini memuji pribadimu walau jasad kita terpisah dari ujung bumi ke ujung bumi. Akut tidak mampu menatap wajah molekmu setiap saat, namun kasih sayangku begitu ihlas sampai tidak tersentuh debu, sebagaimana aku memuji tuhan yang tak tampak dalam pandangan tetapi bisa ihlas sekalipun pintu neraka terbuka untukku,"
"Tertawalah terus kalau jiwamu masih merasakan kebahagiaan sampai nafasmu tak mampu menahan kesaksian tubuhmu, biarlah kupaksakan tersenyum sambil mengobati hatiku yang terus merasa teriris-iris. Kebahagiaanmu hanya mampu bersanding di ujung lidah.... karena jiwamu terlena dan terus diselimuti kezaliman, biarlah aku rangkul sisa-sisa kemuliaanmu sambil batinku terus membersihkan luka yang masih memerah.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar