(Catatan Hati Mahmud Syaltut Usfa)
Sudah dua bulan ini aktifitas pekerjaan saya benar-benar intens. Terlebih dalam dua minggu ini. Biasa, tugas rutin di tempat kerja serta berbagai tetek bengek urusan di luar. Malam harus ‘nongkrong’ di studio musik. Sampai-sampai saya harus ketiduran di meja karena gak kuat nahan ngantuk.
Khusus hari ini (Selasa, 23 Maret 2010) bisa dikatakan full dari pagi sampai sore. Belum lagi harus bolak-balik urusan di luar. Wuih…lumayan capek. Maklum, pada Hari Kamis nanti, 25 Maret 2010 pembukaan Porseni tingkat kecamatan. Kebetulan saya wakil ketua (kadang posisinya gak jelas, kadang jadi ketua, kadang jadi sekretaris). Menjelang pembukaan, sudah pasti menjadi saat-saat yang menyibukkan. Banyak persiapan harus diselesaikan.
Menjelang gladi resik tadi sore, saya langsung ke kantor dewan guru SDN 008 dan mempersiapkan konsep acara. Badan masih terasa capek, otak juga terasa penuh pikiran. Apalagi cuaca panas membuat badan terasa gerah. Hanya hati yang terasa masih ada semangat. Kalau tenaga jangan ditanya, mungkin tinggal 5 watt.
Ketika sedang mengetik, saya mendengar suara anak SD melantunkan ayat suci al-Qur’an dari ruang kepala sekolah. Subhanallah…Allahuakbar merdu sekali. Seketika itu segala perasaan penat terasa rontok. Pikiran terasa ringan, hati rasanya adem. Saya berhenti mengetik, tertegun sejenak dan bertanya ke gurunya. “Merdu sekali suaranya, anak itu kelas berapa?” tanyaku masih dengan rasa tertegun. “Kelas IV pak, dia yang mau ikut Porseni nanti.” Jawab gurunya bangga.
Saya jadi teringat dengan nenek dan bapakku yang memang sangat senang mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Nenek punya radio kuno dan bentuknya antik betul. Nenekku biasa mendengarkan pangajian atau pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an lewat radio. Apalagi kebiasaan dia bertasbih, rasanya asyik betul bertasbih sambil mendengarkan lantunan ayat-ayat suci al-Qur'an.
Begitu juga dengan bapak, selalu terlihat asyik mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Jadi teringat masih kecil. Saya punya kakak (dua pupu) perempuan, dia juara qori'ah nasional. Saat mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat nasional, bapak selalu menunggu giliran dia. Bapak gak pernah ketinggalan, bahkan saat itu radio seharian hanya mendengarkan siaran langsung MTQ.
Saya juga teringat kisah WS. Rendra sebelum masuk Islam. Setiap sakit, dirinya merasa tenang, bersemangat dan sembuh ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dari jauh. Hingga akhirnya dia benar-benar mempelajari Islam dan menjadi muallaf.
Setelah gladi resik selesai, suara alunan ayat-ayat Al-Qur’an masih terngiang di telinga. Dalam perjalanan naik motor masih saya rasakan. Terbayang bagaimana Umar bin Khattab. Saat itu, seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap mencari Nabi hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama baru yang dibawanya.
Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim bin Abdullah yang menanyakan tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya itu. Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan rumah tangganya sendiri terlebih dahulu. Seketika itu juga pemuda itu kembali ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik membaca kitab suci Al-Qur'an.
Langsung sang ipar dipukul dengan ganas, pukulan yang tidak membuat ipar maupun adiknya meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang teguh itu akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya membaca kembali baris-baris Al-Qur'an.
Permintaan tersebut dipenuhi dengan senang hati. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia bergegas ke rumah Nabi dan langsung memeluk agama Islam. Begitulah pemuda yang bernama Umar bin Khattab, yang sebelum masuk Islam dikenal sebagai musuh Islam yang berbahaya.
Saya bukan seperti nenek dan bapakku, juga tidak sesakral WS. Rendra. Apalagi laksana Umar bin Khattab hingga hati bergetar mendengar alunan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, yang pasti ayat-ayat Al-Qur’an dari mulut anak kecil itu telah merontokkan segala kepenatan pikiranku. Hati terasa adem menghempaskan suasana panas mentari.
Selanjutnya......
Sekolah rega
11 tahun yang lalu