Opini Batam Pos, 5 Maret 2010
(Refleksi Maulid Nabi Muhammad SAW)
Oleh: Mahmud Syaltut Usfa S.Psi
(Psikolog dan Praktisi Pendidikan di Hang Nadim Malay School Batam)
Bulan Februari ini bertepatan dengan bulan kelahiran Rasulullah (Maulid Nabi). Seluruh Ummat Islam menyambut suka cita. Bukan sekadar disambut dengan aktifitas seremonial. Melainkan sebagai refleksi akan kemuliaan ahlak, sifat, pribadi, dan ajarannya sebagai rahmatan lil- alamin.
Salah satu gelar terbesar Nabi Muhammad SAW adalah Al-Amin. Kenapa Nabiyullah bergelar Al-Amin? Sosok yang sangat tepercaya. Nabi Muhammad diberi predikat al-amin jauh sebelum diangkat sebagai Rasul, ketika berhasil mempersatukan elite dan kabilah Quraisy yang berselisih tatkala membangun Ka'bah. Putra Abdullah bin Abdul Muthalib itu telah menjadi figur baru yang memberikan harapan cerah bagi masyarakat Arab. Kendati sebelumnya harus berhadapan dengannya karena membawa agama baru, Islam.
Sejarah akhirnya mencatat, dengan sifat al-amin dan risalah kenabiannya, Muhammad berhasil membebaskan dan mencerahkan seluruh masyarakat di jazirah Arabia, sekaligus menjadi sosok panutan seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Nabi kekasih Tuhan ini benar-benar menjadi pribadi dan pemimpin dunia yang memancarkan uswah hasanah. Lebih dari itu, Muhammad SAW bahkan telah menorehkan Islam sebagai agama rahmatan lil-'alamin. Pembawa agama rahmat bagi semesta alam.
Kita akan menjadi sosok dipercaya apabila “berani” jujur. Maaf, sengaja ditegaskan dengan kata “berani”. Karena pada kenyataannya, banyak di antara kita yang takut jujur. Jujur kerap disalah artikan sebagai sosok yang lugu. Dan orang lugu cendrung dipresentasikan gampang ditipu. Padahal, lahirnya suatu kepercayaan dikarenakan adanya kejujuran yang ditunjukkan secara konsisten dan terus menerus.
“Aduh, kalau jujur susah cari kerja” kalimat itu sering terdengar di sekeliling kita. Padahal, justru perusahaan dan instansi banyak yang bingung mencari orang jujur untuk dijadikan karyawan. Lebih miris lagi memasyarakatnya istilah “Kalau jujur susah cari makan”. Sangat terlalu mengada-ada!!
Hiruk pikuk lingkungan dan budaya yang penuh kepalsuan, kedustaan, kemunafikan membuat orang menjadi berat menjadi jujur. Padahal kejujuran tidak hanya mencerminkan integritas kepribadian seseorang, tetapi juga menjadi pesona bagi sesama dan mengundang datangnya ketenangan bagi pelakunya.
Kejujuran adalah kunci keberhasilan. Tidak hanya itu, kejujuran merupakan kunci tetenangan hidup !! Salah satu dari sekian sifat dan moral utama seorang manusia adalah kejujuran. Karena kejujuran merupakan dasar fundamental dalam membangun pribadi dan jati diri yang kokoh.
Kejujuran yang dicontohkan Rasulullah bukan sekadar jujur secara situasional. Sudah jelas berbohong adalah dosa. Melainkan juga bagaimana memiliki mental jujur total dari berbagai aspek kehidupan yang dihadapi. Baik pada masa lalu, saat ini, dan yang akan datang.
Jika hanya kejujuran situasional rasanya gampang dilakukan selagi tidak berbuat kesalahan. Misalnya, ketika seorang pejabat ditanya megapa berambisi menjadi pejabat. Bisa saja dia berdalih “Karena ingin mengabdi untuk rakyat”. Anggap saja dia jujur, tapi apakah pada saat tidak memegang jabatan kelak bisakah jujur menerima keadaannya?.
Ketidak siapan mental tersebut yang membuat orang tidak berani jujur. Sehingga muncul kondisi-kondisi psikologis, seperti kecemasan, pos power sindrom, deperesi, stress dan sebagainya. Orang yang takut jujur tidak akan siap menerima transformasi mental. Terkait dengan hal tersebut Rasulullah mengingatkan secara tak langsung. Tak perlu terjerumus pada love of power apalagi ta'bid 'an siyasiyah: cinta kuasa dan menghambakan diri pada hasrat kuasa melebihi takaran. Bila perlu minimalisasi dan nihilkan hasrat kuasa itu hingga ke titik zero.
Tidak berani jujur membuat kehidupan orang rumit. Mentalnya merasa dihantui perasaan takut. Contoh sepele, banyak pemimpin yang merasa takut karena anak buahnya dinilai lebih pandai. Padahal, apa susahnya jujur mengatakan “Maaf, Anda dalam hal ini lebih paham dari saya”. Karena takut jujur, akhirnya sibuk jaga imej, mencari kesalahan anak buah, bahkan, niat untuk menyingkirkan. Sikap seperti itu sebenarnya tidak perlu terjadi.
Ada orang yang berani jujur secara situasional, tapi justru takut jujur secara mental. Misalnya tentang masa lalunya, kondisi keluarganya, dan sebagainya. Selagi tidak berani jujur, maka perasaan tersebut akan terus dibawa ke mana pun. Pikirannya selalu tidak tenang dan mental pun akan tersiksa, akibatnya akan menutup diri.
Kondisi sederhana, kita juga sering bertemu dengan orang-orang yang takut jujur dengan usianya. Ketika ditanya berapa usianya, jawabannya malah “diplomatis”. “Ah…masa gak bisa ngira-ngira, kurang lebih 30-an lah”. Lho, bukankah tanggal, bulan, tahun, bahkan detik kalahiran sudah pasti? kenapa harus menjadi rumit? Jelas karena mentalnya tidak berani jujur. Bagi yang takut jujur, siaplah-siaplah tidak tenang.
Saat kita berbohong gampang diketahui orang lain. Tetapi tidak berani jujur dengan diri sendiri, Anda lah yang lebih tahu. Dalam sebuah hadis ditegaskan: Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab). (H.R. Bukhari).
Dalam siratan hadits-hadits Rasulullah SAW akan kita dapatkan petuah tentang betapa berartinya makna sebuah kejujuran. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk meninggalkan apa yang kita ragukan dan mengerjakan apa yang kita yakini. Dan bahwasanya kejujuran itu akan menimbulkan ketenangan jiwa sedangkan dusta selalu saja membuat jiwa pelakunya bimbang dan goncang.
Maka tidak aneh bila kita sering menjumpai orang yang memiliki harta benda; kekayaan yang melimpah namun sangat disayang ia tidak pernah menemui kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Hal ini boleh jadi dikarenakan harta benda yang melimpah ruah itu dihasilkan dari jalan yang tidak benar atau dari hasil ketidak-jujurannya.
Ada satu akhlaq yang sangat mendasar di dalam Islam yaitu As Siddqi (jujur), lawannya adalah al kadzibu (dusta atau bohong). Akhlaq dasar yang paling minimal yang kita miliki yang mengatakan aku beriman kepada Allah adalah jujur.
Munculnya Ego Divent Mekanisme (Pembelaan Ego) lahir dari rasa cemas. Sedangkan kecemasan itu sendiri disebabkan takut jujur pada dirinya sendiri. Rasulullah mengajarkan jujur secara total. Melalui kemuliaan ahlaknya beliau membangun nilai-niali kejujuran kepada umat manusia.
Jujur secara total bermakna menemukan titik keihlasan dari segala kondisi diri selama perjalanan hidupnya. Semoga Allah selalu membukaan pintu keihlasan dalam menerima segala perkara diri kita. Rasulullah melalui tuntutan ahlaknya membentuk kita menjadi pribadi yang jujur. ***
Sekolah rega
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar