(Catatan Lepas Mahmud Syaltut Usfa)
Bung Karno adalah sosok yang selalu terang-terangan mengagumi kecantikan wanita. Jika lagi sakit, dirinya minta dirawat oleh perawat yang berwajah cantik. Alasannya, mensugesti dirinya cepat sembuh. Dia tidak hanya mengagumi kecantikan wanita dari segi lahir saja, namun juga dari sisi batin. Kagum di sini karena Bung Karno memandang perempuan sebagai sosok sempurna. Tak heran kalau akhirnya dia menulis buku Sarinah yang diambil dari figur pembantunya.
Jadi teringat cerita dosen saya. Ketika itu dia masih kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM). Pada saat acara peresmian UGM, langsung dipimpin oleh Bung Karno. Ketika mau menggunting pita, Bung Karno melihat wanita cantik (dosen) yang juga panitia di situ. Bung Karno berhenti sejenak dan memandang wanita tersebut. Kemudian dia bertanya “Siapa wanita itu?”. Tentu saja para panitia dan tamu di situ merasa kikuk, khususnya si wanita cantik itu.
Kamudian rektornya menjelaskan ke Bung Karno kalau wanita cantik itu adalah dosen di UGM dan suaminya juga dosen di situ. “Wah kebetulan, mana suaminya?” kata Bung Karno. Suami wanita itu langsung memperkenalkan diri ke Bung Karno. “Maaf, bolehkah saya berbicara sebentar dengan istri Anda?” tanyanya minta izin. “Baik pak presiden silahkan.” Jawab suaminya. Setelah mendapat izin, langsung Bung Karno menghampiri wanita cantik itu. Ternyata Bung Karno hanya berbicara sebentar dan bertanya biasa-biasa saja. Setelah itu dia merasa senang dan langsung melanjutkan pengguntingan pita.
Lain lagi dengan WS. Rendra. Dia sangat terinspirasi menulis puisi ketika melihat wanita cantik. Hal ini juga diakui mantan istrinya, Rr. Sito Resmi Prabuningrat. “Kalau melihat wanita cantik dia sangat terinspirasi menulis puisi, istri-istri dia semua dapat puisi, kecuali saya.” Ujar perempuan cantik itu saat wawancara dengan Metro TV ketika WS. Rendra meninggal.
Kalau Anda bertanya pada saya “apakah saya suka wanita cantik? “ Jawabnya sudah pasti tahu semua “Iya”. “Apakah perempuan cantik mampu mensugesti saya layaknya yang dialami Bung Karno?” Saya juga akan menjawab “Iya”. Apakah puisi-puisi saya juga terinspirasi oleh wanita-wanita cantik, seperti WS. Rendra?”. Jujur, dengan tegas saya katakan “Iya”.
Mungkin, saya memiliki sudut pandang berbeda dengan dua tokoh yang saya kagumi itu. Pandangan saya, perempuan cantik itu “praktis”. Orang cantik seharusnya praktis !!. Karena, sekali pun bangun tidur terus cuci muka, pakai daster, pergi ke pasar akan tetap cantik. Tidak perlu repot-repot wajahnya dipoles make up. Seharusnya begitu. Bahkan, tidak perlu repot-repot memakai pakaian mahal. Karena memakai pakaian seadanya juga akan tetap cantik kok.
Tapi, ada juga perempuan cantik malah tidak praktis? Nah, perempuan cantik jenis itu sangat kasihan. Seharusnya hidupnya praktis malah berubah menjadi rumit. Coba saja bayangkan, bangun tidur langsung bercermin, mau mandi bercermin dulu, saat mandi juga masih sempat bercermin, setelah mandi (apalagi) langsung menyodorkan wajahnya ke cermin, mau keluar rumah lagi-lagi harus bercermin. Ah…rumit sekali, padahal wajahnya itu-itu juga !!.
Belum lagi harus dandan, wajahnya dipoles mak up sana-sini dengan berbagai aneka corak dan merk. Huh…sangat rumit !! Masih ditambah balutan pakaian di tubuhnya. Memakai yang serasi dengan dandanan make up-nya. Memilih pakaian masih harus “cerewet”, alasannya menserasikan dengan bentuk tubuhnya. Aduh…rumit sekali !!. Seharusnya yang rumit itu bagi wanita yang kurang beruntung punya wajah cantik.
Sama halnya dengan orang kaya. Sebenarnya kekayaan untuk membuat hidupnya lebih praktis. Iya, orang kaya seharusnya hidupnya praktis. Mau jalan-jalan tinggal pesan tiket saja langsung berangkat. Keluar rumah tidak khawatir kepanasan dan kehujanan karena ada mobil. Jika ingin makan enak juga tinggal pesan bisa langsung diantar. Mau shoping tinggal tunjuk saja sesuai selera. Dan seabrek kepraktisan lainnya.
Malah yang kasihan itu jika ada orang kaya tapi hidupnya tidak praktis!! Mau makan enak saja harus rumit karena terlalu banyak hitung-hitungan. Punya mobil mewah tapi merasa sayang dipakai kuatir kotor. Tidur harus nahan-nahan kepanasan karena kalau pakai AC takut rekening listrik membengkak. Wah…mendingan gak usah kaya kalau hidupnya harus rumit. Hidup praktis bukan berarti harus boros, tapi justru memudahkan dari kelebihan yang kita miliki.
Begitu juga jika kita diberi kelebihan kepandaian atau ilmu pengetahuan. Juga seharusnya membuat praktis dalam menjalani kehidupan. Sangat kasihan jika orang pandai justru membuat hidupnya rumit. Semoga kita mampu menikmati kehidupan dengan segala kelebihannya secara praktis. Kalau bisa dibuat praktis kenapa harus menjadi rumit.
Sekolah rega
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar