Senin, 15 Maret 2010

Rasulullah Saja Sahabatnya Empat

(Catatan Ringan Mahmud Syaltut Usfa)

Kira-kira setahun lalu seorang anak kecil yang masih duduk di kelas I SD bertanya pada saya “Berapa temannya di facebook?”. Saya jawab, hanya sedikit gak sampai 30. “Hah….sedikit sekali, saya saja punya teman lebih seratus.” Jawabnya dengan nada polos.

Saya berpikir sejenak…”Apa susahnya cari teman di facebook, jangankan ratusan, ribuan juga gampang saya dapat.” Pikirku dalam hati sambil senyum-senyum. Tapi apalah artinya ribuan teman jika semuanya hanya dari kuantitas. Di facebook kan lebih banyak teman nempel daripada yang benar-benar berisi secara kualitas. Ya…itu hanya sekadar analogi ringan saja. Toh kenyataannya teman-teman di luar yang tidak tercatat di facebook lebih banyak.

Tentu kuantitas teman di facebook tidak bisa disamakan dengan sisi kualitas teman di pergaulan sehari-hari. Artinya, bukan berarti yang memiliki teman sedikit di facebook tidak pandai bergaul sehingga relasinya sedikit. Contoh ringan saja, dari sekian banyak saudara kandung, keponakan, sepupu, hanya sekitar 8 saja yang suka main facebook.

Pernah ada teman tanya juga sama saya “Sahabatmu pasti banyak, kan pergaulanmu luas.” Jujur saja, saya bingung menjawabnya. Dengan kata lain, saya tidak memiliki sahabat. Tapi kalau teman-teman berjubel. Mereka sangat baik, tidak pernah ada masalah serius. Teman-teman saya hampir dari berbagai lapisan masyarakat. Itu pun wajar-wajar saja karena saya pernah jadi jurnalis. Begitu juga kegiatan sehari-hari yang beragam membuat saya banyak kenalan. Mulai aktifitas di praktisi pendidikan, psikologi, musik, menulis, LSM dan lain-lain. Saya rasa semua orang juga sama, bahkan lebih, kecuali yang memang malas berinteraksi.

Kembali ke persoalan sahabat. Sempat membuat saya mikir-mikir “siapa ya sahabat saya? Pacar saja belum seratus persen bisa dijadikan sahabat.” Begitu pikiran saya saat itu. Tapi setelah dipikir-pikir Rasulullah saja yang begitu dicintai ummatnya, bahkan disegani musuh-musuhnya karena ahlaknya sangat luar biasa, ternyata sahabatnya hanya empat orang. Yakni, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Tentu saja sahabat-sahabat lainnya yang tidak sering kita dengar juga banyak. Begitu juga tokoh-tokoh dunia yang banyak ‘dikerumuni’ para relasi, ternyata sahabatnya juga bisa dihitung jari. Pimikiran itu yang membuat saya tenang.

Memang benar kata orang-orang, sahabat tidak sama dengan teman. Mencari teman sangat gampang apalagi saat kita senang dan sedang dibutuhkan. Tapi begitu kita susah, terpuruk, teman pada menghindar. Dalam perspektif psikologi sendiri dikatakan cinta sejati itu ada apabila sudah sampai kepada titik persahabatan. Suami istri belum mencapai cinta sejati jika belum sampai ke ruang cinta persahabatan.

Carilah teman sebanyak-banyaknya. Belajarlah terus memahami dengan cara menjadi pendengar yang baik. Jangan menoleh ke belakang saat berbuat baik agar keihlasan selalu menemani. Berusahalah untuk menjadi pemaaf dan pemberi maaf.

Dalam pergaulan merupakan hal yang lumrah jika terjadi perselisihan. Kata pepatah Melayu “Sepandai-pandainya lidah menguyah akan tergigit juga”. Redam sekuat-kuatnya jika terbesit rasa dendam. Teman selalu berarti. Kenanglah kebaikannya, buanglah prasangka negatif agar hati selalu lapang menerima segala fenomena pertemanan. Insya Allah kita bisa menemukan sahabat. Hal terberat yang saya rasakan, jika harus kehilangan teman di saat hati gelisah menunggu jawaban.





Tidak ada komentar: