(Catatan lepas Mahmud Syaltut Usfa)
Dulu, dalam suatu diskusi psikologi di kampus, ketika itu saya jadi pembicara, ada pertanyaan menarik dari audien. “Bagaimana pacaran yang islami itu?”. Saat itu saya kaget “Hah….kayak apa tuh..?!!” Kalau memang ada pacaran islami, jangan-jangan juga ada zina islami.
Apalagi gaya pacaran anak sekarang sudah di luar batas. Alasannya karena komitmen. Bahkan, banyak perempuan yang terlalu ‘ihlas’ menyerahkan tubuhnya ‘diobok-obok’ oleh cowoknya karena takut diputus, wow…!! Walaupun dalil tersebut tidak bisa dibenarkan seratus persen. Bisa saja karena dilandasi suka sama suka.
Nah, ngomong-ngomong soal pacaran, ternyata sampai sekarang masih muncul tentang pacaran islami. Entahlah, mungkin cuma upaya melegalkan aktivitas baku syahwat itu? Atau para remaja Islam merasa takut tidak bebas ‘mengekspresikan gaya pacaran’. Malah disinyalir, katanya banyak pula yang melakukannya adalah anak masjid. Artinya mereka itu ingin Islam, tapi ingin pacaran juga. Ah, ada-ada saja!!!
Mau anak masjid, pesantren, jilbaban, rajin puasa senin-kamis, kalau mempraktekkan gaya pacaran bak gaya selebriti tetap saja mendekatkan zina. Bukan sok alim sih, tapi hendaknya gaya pacaran pada umumnya sekarang ini harus dipisahkan dengan embel-embel islami. Karena dalam Islam tidak ada istilah pacaran. Pacaran-pacaran saja, zina ya zina saja !!
Lantas kenapa dorongan melakukan maksiat begitu tinggi ketika pacaran? Faktor pertama pasti karena keduanya memiliki nafsu. Manusia normal mana yang tidak ingin melakukan hubungan intim dan romantik dengan pasangannya?
Secara psikologis ada tiga hal sehingga pasangan yang sedang berpacaran terdorong melakukan hubungan intim. Pertama, cinta lahir karena atas naluri intimacy. Adanya perasaan kecocokan, dari hal-hal sederhana sampai yang serius. Misalnya, pasangannya cocok diajak curhat, nyambung diajak ngobrol, kecendrungan seleranya banyak sama. Baik sikap, sifat, kegemaran, dan sebagainya.
Kedua, adanya unsur passion. Kondisi ini sudah melangkah kepada keinginan lebih jauh untuk merasakan kenikmatan berhubungan secara fisik. Misalnya, saling berpegangan tangan, menyandarkan kepalanya di bahu kekasihnya, saling membelai, bahkan keinginan berhubungan intim.
Ketiga, sudah memutuskan untuk commitment. Yaitu kesediaan untuk benar-benar terikat satu dengan yang lain. Commitment ini memliki kekuatan sangat dahsyat untuk menarik intimacy dan passion. Biasanya, jika sudah terbentuk commitment maka ada kecendrungan melakukan hubungan pacaran secara total. Bisa dibayangkan, betapa keduanya sangat leluasa mewujudkan keinginan-keinginan libidonya. Karena menurut mereka, milikmu adalah milikku dan sebaliknya.
Lalu bagaimana dengan sepak terjang teman-teman remaja yang terlanjur menganggap aktivitas baku syahwatnya sebagai pacaran islami? Jawabannya ya dosa! Iya dong. Soalnya siapa saja yang melakukan kemaksiatan jelas dosa sebagai ganjarannya. Apalagi anak masjid, berjilbab, ahli dalam agama.
Coba simak QS. An-Nuur : 30, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Kemudian QS. An-Nuur : 31, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…”
Jadi bagaimana dong? Dalam Islam tetap tidak ada yang namanya pacaran islami. Lalu kenapa istilah itu bisa muncul sampai sekarang? Boleh jadi para remaja hanya punya semangat keislaman tapi minus tsaqafah ‘pengetahuan’ Islamnya. Kayaknya saya juga perlu instrospeksi nih, ayo semangat bertobat!!!
Sekolah rega
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar